Ika vantiani & 'it’s in your hands collective', ubah plastik jadi seni

Ika vantiani & 'it’s in your hands collective', ubah plastik jadi seni

Play all audios:

Loading...

Ketika ditemui di salah satu kedai kopi di kawasan Jakarta Selatan, IkaVantiani sedang menjadi moderator acara diskusi “Unearth Real Talks: Women In EnviromentalActs". Usai sesi


diskusi, IDNTimes sempat mengobrol dengannya. Ika menceritakan perjalanan kariernya sebagai seniman perempuan Indonesia yang berkarya lewat medium kolase. Penasaran seperti apa obrolannya?


Yuk, disimak! 1. SUDAH BELASAN TAHUN BERGELUT DI BIDANG SENI Ika Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15


Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka Perempuan yang akrab disapa Ika ini, menempuh pendidikan di The London School of Public Relations (LSPR) Jakarta. Setelah lulus, ia


sempat bekerja di bidang _advertising _selama 13 tahun. Pada suatu titik, Ika merasa ingin mengeksplorasi dirinya. Akhirnya, ia memutuskan untuk terjun ke dunia seni. "Jadi, gua udah


mencoba segala macem waktu itu. Dari buka toko _vintage_, bikin _space_, bikin _PR agency_. Sampai akhirnya di tahun 2012 itu, saat terakhir gue kerja di _agency_, gue dapet tawaran 


_running_ sekolah fotografi. Dari waktu itulah gue cabut dari iklan dan mulai lebih serius sama kekaryaan gue," tuturnya. Selain menjadi seniman, saat ini dirinya juga menjadi kurator


seni. Ia pun membuat _workshop_ dan menjadi_ freelance communication consultant._ 2. MENYULAP PLASTIK JADI KARYA SENI Ika Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar


"Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka Lima bulan lalu, bersama dengan dua orang temannya, Ika memutuskan untuk


membuat _art collective_ bernama "It’s In Your Hands Collective". Konsep yang diusung oleh _collective _tersebut disebut "_A collective with multi-background individuals


revaluing daily plastic waste. We in believe the power of people and their hands as creators._" "_Collective _ini lahir dari 3 orang seniman cewek dengan latar belakang yang


berbeda. Gue dan 2 orang teman gue. Gue misalnya, karyanya lebih banyak lewat medium kolase dan buka _workshop_. Yang satu, latar belakangnya_ researcher & performance artist._ Sedangkan


yang satunya adalah arsitek dan_ art manager,_" ucapnya soal awal mula pembukaan _collective._ "It’s In Your Hands Collective" membawa misi mulia untuk mengurangi penggunaan


sampah plastik lewat medium seni. Bagaimana pengolahan benda mati itu, menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai tinggi. Diharapkan juga, ini bisa mendorong masyarakat untuk tergerak


mengolah sampah plastik mereka dengan tangannya sendiri. _BACA JUGA: SEKELUMIT KISAH INSPIRATIF JESSICA HALIM MENDIRIKAN 'DEMI BUMI'_ 3. PILIHAN HIDUPNYA SEBAGAI SENIMAN SEMPAT


DIRAGUKAN Ika Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani


Eka "Sebenarnya waktu awal bikin karya, paling orang-orang nanya 'Ka, emang ini bisa ngehidupin elo?'. Banyak banget yang nanya kayak gitu pas pertama kali gue bikin


kolase," tutur Ika. Selama perjalanan kariernya di dunia seni, Ika berusaha untuk menanggapinya dengan santai. Ia merasa, pilihan hidupnya datang dari hati. Lanjutkan membaca artikel di


bawah EDITOR’S PICKS dm-player Ika mengatakan, "Proses gue tuh benar-benar mengikuti apa yang dibilang sama hati gue gitu, lho! Kayaknya, gue senang melakukan ini, makanya gue


seriusin. Gue kasih energi dan gue dedikasikan waktu." Walau gak pernah mendapat nyinyiran secara langsung terkait _passion_-nya, Ika mengaku kesal setiap kali ada orang yang meremehkan


pekerjaannya. "Kalau kita bicara soal duit, gue gak selalu pegang duit. Kalau soal klien, ya gue juga gak selalu punya klien. _Deadline _iya, stres iya, ada asuransi tapi gak dari


kantor. Hal-hal itu datang secara paketan saat gue memutuskan untuk jadi seorang seniman. Tapi ya, yaudah sih. Senang juga akhirnya. Toh menjelang tidur juga, gue ketawa-ketawa juga,"


ujar perempuan berkacamata ini. “Gue merasa orang masih banyak yang ngeliat pekerjaan seniman itu, cuman permukaan aja dan gak tau perjuangannya sesungguhnya, yang sebenernya sama aja


bentuknya dengan pekerjaan lain,” tambah Ika menceritakan keluh kesahnya. 4. MASALAH YANG DIALAMI OLEH PARA SENIMAN PEREMPUAN: PEMBAGIAN PERAN YANG MENYULITKAN Ika Vantiani selaku seniman


kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15 Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka Ketika ditanya apakah ada


diskriminasi yang ia alami sebagai seniman perempuan, Ika mengaku gak pernah mendapat perlakuan gak menyenangkan karena gendernya tersebut. Tapi, ia pun gak menampik banyak rekannya yang


didiskriminasi. "Mungkin di saat yang sama ini, juga tergantung sama tempat, waktu, dan lingkungan di mana lo berkarya. Misalnya, kayak dipandang sebelah mata. Gue sih gak pernah


mengalami itu, tapi gue tahu teman-teman gue banyak yang mengalami itu," ujarnya. Selain mendapat perlakuan diskriminasi, para perempuan yang bergelut di bidang seni juga mendapat


kesulitan berupa pembagian peran. Ika bilang, "Kalau ngurus anak, ngurus rumah, ngurus suami lo, dan lo harus berkarya juga. Itu kan luar biasa beratnya." 5. ARTI PEREMPUAN HEBAT


BAGI IKA ADALAH MEREKA YANG BISA MEMVALIDASI DIRINYA SENDIRI Ika Vantiani selaku seniman kolase menjadi moderator dalam seminar "Unearth Real Talks: Women in Enviromental Acts di 1/15


Coffee, Jakarta Selatan. 7 Maret. IDN Times/Anjani Eka "Perempuan yang hebat adalah mereka yang bisa menjadi versi terbaik dari mereka sendiri, berdasarkan definisi yang mereka yang


buat sendiri," ujar Ika sambil tersenyum. Ketika sampai di ujung sesi wawancara, Ika membagikan pandangannya tentang kesulitan yang dialami oleh perempuan sejak ia kecil hingga beranjak


usia. Kesulitan itu adalah validasi dari orang lain melingkupi keluarga, pasangan, lingkungan, media massa, dan pengikut media sosialnya. Hal ini membuat perempuan seakan kehilangan


identitasnya sendiri. "Menjadi perempuan berat karena semenjak dibesarkan, dari kecil mereka seolah dituntut untuk menyenangkan orang lain dan dirinya sendiri. Kita selalu kurang, kan?


Kurang cakep, kurang putih, kurang langsing, kurang _fashionable_, semuanya kurang pokoknya," tuturnya. Perasaan serba tak cukup baik tersebut, membuat perempuan kebingungan sejak kecil


tentang siapa dirinya sendiri. Sambil tersenyum simpul, Ika pun melanjutkan omongannya, "Menurut gue ya, validasi itu datang dari diri sendiri! Kalau lo bisa memvalidasi diri lo


sendiri, maka perjalanan lo menjadi perempuan bisa jadi sudah tuntas. Proses pencarian diri seorang perempuan menjadi berat sekali karena selama hidupnya, harus hidup berdasarkan standar


hidup orang lain." Itu dia rangkuman hasil wawancara IDN Times dengan Ika Vantiani. Setuju gak sih sama pernyataan Ika tentang kesulitan yang dialami oleh para perempuan untuk hidup


dalam validasi orang lain? Menyadari kesulitan tersebut, sudah seharusnya kita saling _support _dan berpegangan tangan untuk mendukung semua perempuan dalam proses eksplorasi diri mereka


masing-masing! Semoga menginspirasi. ya! _BACA JUGA: DWI SASETYANINGYTAS: SEMUA PEREMPUAN HEBAT DENGAN CARANYA SENDIRI!_