Fasilitas mudik belum mendukung, penyandang disabilitas kecewa

Fasilitas mudik belum mendukung, penyandang disabilitas kecewa

Play all audios:

Loading...

JAKARTA, IDN TIMES - Akses penyandang disabilitas untuk mendapatkan hak-hak dasar warga secara setara masih jauh dari nyata. Karena itu, kegiatan Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) 2018


menjadi sangat penting sebagai ruang advokasi menuntut tanggung jawab negara dalam memenuhi aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Demikian disampaikan salah satu inisiator MRAD Ilma


Sovri Yanti dalam perjalanan mendampingi para penyandang disabilitas yang mudik ke Bandung, Jawa Barat, menggunakan mobil akses dari Kementerian Sosial (9/6). 1. MULAI MENDAPAT PERHATIAN


DARI PEMERINTAH DAN PUBLIK  Kementerian BUMN Menurut Ilma, tahun ini MRAD mulai mendapat perhatian, baik dari publik, pemerintah, maupun pihak swasta. Hal tersebut dapat terlihat dari


bertambahnya mobil akses untuk mudik menjadi dua, elf dan dua bus kecil yang dibarengi dengan _portable toilet_. “Jika tahun lalu hanya bisa menyediakan bagi tujuh pengguna kursi roda, satu


daksa dan satu polio, tahun ini mobil akses MRAD 2018 yang terdiri dari dua elf dan dua bus kecil mampu membawa 14 penyandang disabilitas dengan kursi roda, satu polio dan dua tuna netra


untuk mudik dan balik,” ujar Koordinator Satgas Perlindungan Anak (Satgas PA) ini dalam keterangan tertulisnya, Minggu (10/6). Keterlibatan swasta dalam MRAD tahun ini, sambung Ilma, berupa


penyediaan empat mobil akses oleh Bank Syariah Mandiri, portable toilet dari Lazismu, dan pemeriksaan kesehatan para pemudik oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sementara, Menteri


Perhubungan Budi Karya Sumadi, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerina Sosial Nahar, serta pihak keamanan lalu lintas dari Polda Metro Jaya, mewakili pemerintah dalam upacara melepas


MRAD 2018, yang dilakukan di depan Bank Syariah Mandiri, Jl MH Thamrin, Jakarta. 2. MRAD MENJADI RUANG KAMPANYE KESETARAAN AKSES DISABILITAS  Kementerian BUMN Ilma menjelaskan tahun ini MRAD


menjadi ruang bagi komunitas-komunitas disabilitas bersama masyarakat sipil, untuk mengkampanyekan kesetaraan akses disabilitas dalam memperoleh hak-haknya secara adil, tanpa diskriminasi,


kepada pemerintah dan publik secara luas. Beberapa kegiatan terkait MRAD dilakukan sepanjang Ramadan dengan melakukan audit fisik dan non-fisik terhadap fasilitas publik, seperti moda-moda


transportasi dan trotoar di Jakarta. Juga mendorong penyediaan ruang ibadah, tempat wudlu, dan toilet akses di masjid dan rumah ibadah lainnya yang dilakukan di masjid Gedung Pengurus Pusat


Muhammadiyah, Menteng, Jakarta.  “Masih banyak hambatan dan ketimpangan yang dihadapi disabilitas karena lemahnya tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak


disabilitas. Akibat ketidakadilan tersebut, para penyandang disabilitas sulit untuk mendapat kesempatan membaur beraktivitas bersama non-disabilitas dalam mengakses pelayanan publik,” kata


dia. Minimnya pemerintah dalam memberikan pelayanan fasilitas publik yang ramah disabilitas, menurut Ilma, juga diakui Menteri Perhubungan. Menhub pun berjanji akan mengusahakan agar warga


dapat mudik dan merasa bahagia, tanpa terkecuali kalangan disabilitas, meskipun saat ini belum bisa dipenuhi pemerintah. Karena itu, Budi Karya meminta maaf karena pemerintah belum maksimal


dalam pelayanan masalah ini. Menhub berharap kepada peserta MRAD yang saat ini bisa mudik mendapatkan kebahagiaan dalam menghadapi dan menikmati hari yang fitri. “(Mudik ramah disabilitas)


menggugah saya sebagai Menteri Perhubungan. Saya merasa bersyukur bisa bertemu dengan saudara-saudara disabilitas yang mau mudik. Sebab, pesan dari Presiden adalah membahagiakan seluruh


pemudik,” ujar Budi saat memberikan sambutan pelepasan peserta MRAD. Ke depan, kata Budi, pihaknya akan mengusahakan lebih banyak disabilitas bisa mudik, termasuk yang dari Sumatera dan


daerah lain. "Karena mereka memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya," lanjut Budi yang berdiri di samping penyandang disabilitas dengan kursi roda asal Medan, Amin, yang


hadir untuk menunjukkan solidaritas kepada rekan sesama disabilitas yang mengikuti mudik bersama. Lanjutkan membaca artikel di bawah EDITOR’S PICKS 3. FASILITAS REST AREA BELUM RAMAH


DISABILITAS IDN Times/Gregorius Aryodamar P Salah satu peserta MRAD yang sedang perjalanan ke Kebumen, Jawa Tengah, Catur Sigit Nugroho menunjukkan kekecewaannya, ketika hendak menggunakan


toilet di rest area KM 19. Ia melihat masjid yang letaknya di lantai dua dengan tangga yang panjang dan tinggi tetap sulit diakses, begitupun tempat wudlunya. Sebab, MRAD tahun lalu, di


tempat yang sama, Catur menggunakan masjid dan tempat wudu yang situasinya belum berubah juga. Bahkan, ketika memasuki toilet yang kini ada tanda akses disabilitas, ternyata ia mendapati


keadaan yang tidak banyak berubah dari sebelumnya. “Toilet terlalu sempit. Walau pun bisa masuk ke toilet, tetapi pintu tidak bisa ditutup karena terhalang kursi roda saya. Sehingga kami


yang disabilitas dengan kursi roda tidak mungkin menggunakan toilet dengan pintu terbuka,” ujar pria 36 tahun itu di hadapan pengelola rest area KM 19 Bekasi. Kekecewaan Catur sebagai bentuk


penyampaian pemahaman kepada pihak pengelola rest area bahwa Permen PU No 14 Tahun 2017 telah memberikan ketentuan, bahwa bangunan atau fasilitas publik harus aksesibel buat penyandang


disabilitas. Beruntung, kali ini MRAD turut membawa portable toilet, sehingga beberapa peserta mudik disabilitas bisa memanfaatkan tanpa ada kendala. MRAD 2018 juga mendapat dukungan dari


Jakarta Barrier Free Tourism (JBFT) Satgas PA, Forum Dialog Antar-agama untuk Kesejahteraan Holistik Anak (Fordhaka), Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman


(Sejuk) dan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI).  4. MENGAWAL JANJI PEMERINTAH ANTARA FOTO/Galih Pradipta Sementara, peserta mudik yang akan mudik ke Bandung, Cucu Saidah,


meskipun kecewa tetap berharap gerakan seperti MRAD dapat berbuat banyak untuk terus mengingatkan tanggung jawab negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warga disabilitas.


“Persepsi pemerintah dan pihak swasta masih memandang disabilitas sebagai objek, menjadi objek charity. Karena kursi roda yang melekat pada tubuh, sangat visibel (kerentanannya) jika


dibandingkan dengan disabilitas lainnya. Sehingga dalam acara ceremonial tadi, disabilitas masih diperlakukan seperti tontonan,” kata lulusan master bidang Kebijakan Publik Flinders


University itu.  Namun, sebagai inisiator MRAD, ketika dihubungi dalam perjalanannya ke Sukabumi untuk menjenguk rekan sesama disabilitas dengan kursi roda yang sedang sakit, Saidah mencoba


melihat perubahan-perubahan kecil dan harapan yang menyertainya atas advokasi-advokasi yang MRAD lakukan bersama dengan berbagai pihak. Setidaknya, Saidah mencoba objektif, terdapat


peningkatan peserta disabilitas untuk ikut mudik kali ini. Sasaran advokasi MRAD juga berbuah. “Implikasinya, Menteri Perhubungan datang langsung dan ikut melepas peserta mudik,” ujar dia.


Kendati, Saidah berharap, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang bertanggung jawab membangun infrastruktur serta publik, tidak sekadar berhenti pada


ajang-ajang charity yang cenderung menjadikan disabilitas sebagai objek, melainkan menjadi sarana advokasi dan edukasi, serta mengembangkan fasilitas-fasilitas publik dan budaya, atau cara


pandang baru yang lebih ramah terhadap disabilitas. “Ini PR besar disabilitas mengawal janji Pak Menteri. Seperti yang disampaikan tadi pagi, bagaimana Pak Menteri akan mengupayakan


transportasi publik yang aksesibel. Sehingga, penting menagih Menteri Perhubungan di 2019 menciptakan transportasi Jakarta yang aksesibel, tidak hanya pas mudik, tapi sehari-hari, sesuai


janji Pak Menteri,” dia mengusulkan.  Istri dari pelukis mulut disabilitas Faisal Rusdi yang juga ikut dalam MRAD ini juga berharap agar Kementerian Perhubungan merealisasikan janjinya


dengan satu gerbong kereta, minimal, disediakan pada 2019 sebagai fasilitas pengguna kursi roda menggunakan transportasi publik. Ia pun mengandaikan Menteri Perhubungan menyediakan satu


gerbong itu untuk satu jurusan, Jakarta-Solo. “Bikin lah satu gerbong yang tetap dicampur dengan penumpang umum, yang sepertiganya disediakan untuk _space_ yang cukup luas bagi disabilitas


pengguna kursi roda. Toilet di gerbong itu aksesibel,” kata Saidah.