Pengaruh komposisi limbah abu pembakaran biomassa kelapa sawit terhadap sifat-sifat dan karakteristik komposit polipropilena

Pengaruh komposisi limbah abu pembakaran biomassa kelapa sawit terhadap sifat-sifat dan karakteristik komposit polipropilena

Play all audios:

Loading...

(1) LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN _L1.1 DATA HASIL LOST ON IGNITION (LOI) POFA _ _Tabel L1.1 Data Hasil Lost on Ignition (LOI) POFA _ SAMPEL SAMPEL I SAMPEL II SAMPEL III RATA-RATA POFA 10.86


10.52 10.43 10.6 L1.2 DATA HASIL KADAR ABU KOMPOSIT POLIPROPILENA _Tabel L1.2 Data Hasil Kadar Abu Komposit Polipropilena _ KOMPOSISI CAWAN KOSONG CAWAN + SAMPEL (SEBELUM DIBAKAR) CAWAN +


SAMPEL (SETELAH DIBAKAR) KADAR ABU (%) Murni 0.808 3.6988 0.8399 1.1 90/10 0.891 2.4086 1.0247 8.77 85/15 0.816 1.2990 0.8838 13.93 80/20 0.848 3.2515 1.3077 19.12 L1.3 DATA HASIL DENSITAS


KOMPOSIT POLIPROPILENA Tabel L1.3 Data Hasil Densitas Komposit Polipropilena KOMPOSISI SAMPEL I SAMPEL II SAMPEL III SAMPEL IV SAMPEL V RATA-RATA Murni 0.902 0.899 0.900 0.904 0.903 0.9016


90/10 0.952 0.951 0.952 0.95 0.95 0.951 85/15 0.980 0.981 0.980 0.982 0.979 0.9804 80/20 1.013 1.015 1.012 1.016 1.017 1.0146 L1.4 DATA HASIL FLAMMABALITAS KOMPOSIT POLIPROPILENA Tabel L1.4


Data Hasil Flammabalitas Komposit Polipropilena KOMPOSISI KAPAS TERBAKAR WAKTU TERBAKAR KE-2 TOTAL WAKTU TERBAKAR KE-1 DAN KE-2 WAKTU TERBAKAR KE-1 ATAU KE-2 GRADE Ya/Tidak < 60 detik


< 250 detik < 30 detik 100/0 Ya 333,70 365,84 333,70 Non Grade 90/10 Ya 362,42 504,99 362,42 Non Grade 85/15 Ya 120,16 138,96 120,16 Non Grade (2) L1.5 DATA HASIL KEKUATAN TARIK


KOMPOSIT POLIPROPILENA TABEL L1.5 DATA HASIL KEKUATAN TARIK KOMPOSIT POLIPROPILENA KOMPOSISI SAMPEL I SAMPEL II SAMPEL III RATA-RATA Murni 20.808 20.427 20.681 20.639 90/10 17.733 18.243


17.860 17.945 85/15 17.608 17.608 17.993 17.736 80/20 16.901 16.772 16.772 16.815 L1.6 DATA HASIL PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS KOMPOSIT POLIPROPILENA TABEL L1.6 DATA HASIL PEMANJANGAN PADA


SAAT PUTUS KOMPOSIT POLIPROPILENA KOMPOSISI SAMPEL I SAMPEL II SAMPEL III RATA-RATA Murni 37.940 87.600 35.120 53.553 90/10 21.607 25.113 25.413 24.044 85/15 15.180 20.913 19.553 18.549


80/20 15.413 19.727 16.327 17.156 L1.7 DATA HASIL KEKUATAN BENTUR KOMPOSIT POLIPROPILENA TABEL L1.7 DATA HASIL KEKUATAN BENTUR KOMPOSIT POLIPROPILENA KOMPOSISI SAMPEL I SAMPEL II SAMPEL III


RATA-RATA Murni 109.1 114.5 112.8 112.1 90/10 58.7 64.3 59.8 60.9 85/15 50.6 48.5 52.2 50.4 (3) LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI PENELITIAN L2.1 ABU PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT Gambar L2.1 Abu


Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit L2.1 KOMPOSIT PP-POFA (4) L2.3 MESIN EKSTRUDER Gambar L2.3 Mesin Injection Molding L2.4 MESIN INJECTION MOLDING Gambar L2.4 Mesin Injection Molding (5) L2.5


SPESIMEN UJI Gambar L2.5 Spesimen Uji L2.6 MESIN UJI TARIK Gambar L2.6 Mesin Uji Tarik (6) L2.7 MESIN UJI BENTUR Gambar L2.7 Mesin Uji Bentur L2.8 DENSIMETER (7) L2.9 FURNACE Gambar L2.9


Furnace L2.10 DESIKATOR (8) LAMPIRAN 3 HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN L3.1 DATA UJI TARIK POLIPROPILENA (9) L3.2 DATA UJI TARIK KOMPOSIT PP-POFA 90/10 (10) L3.3 DATA UJI TARIK


KOMPOSIT PP-POFA 85/15 (11) L3.4 DATA UJI TARIK KOMPOSIT PP-POFA 80/20 (12) L3.5 DATA UJI BAKAR POLIPROPILENA Gambar L3.5 Data Uji Bakar Polipropilena L3.6 DATA UJI BAKAR KOMPOSIT PP-POFA


90/10 (13) L3.7 DATA UJI BAKAR KOMPOSIT PP-POFA 85/15 Gambar L3.7 Data Uji Bakar Komposit PP-POFA 85/15 L3.8 DATA UJI BAKAR KOMPOSIT PP-POFA 80/20 (14) L.3.9 HASIL FTIR ABU PEMBAKARAN


BIOMASSA KELAPA SAWIT (POFA) TREATMENT Gambar L3.9 Hasil FTIR Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit (POFA) L.3.10 HASIL FTIR ABU PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT (POFA) MURNI (15) L.3.11


HASIL FTIR POLIPROPILENA Gambar L3.11 Hasil FTIR Polipropilena L.3.12 HASIL FTIR KOMPOSIT PP-POFA (16) DAFTAR PUSTAKA [1] Ratnasari. 2011. Pengolahan Cangkang Kelapa Sawit Dengan Teknik


Pirolisis Untuk Produksi Bio-Oil. Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro. Semarang. [2] Ibrahim, M.S.; S.M. Sapuan dan A.A. Faieza. 2012. Mechanical And Thermal Properties Of


Composites From Unsaturated Polyester Filled With Oil Palm _Ash. Journal of Mechanical Engineering and Sciences (JMES). Volume 2. Hal: _ 133-147. [3] Altwair, Nurdeen M.; Megat Azmi Megat


Johari dan Syed Fuad Saiyid Hashim. 2011. Strength Activity Index and Microstructural Characteristics of _Treated Palm Oil Fuel Ash. International Journal of Civil & Environmental _


_Engineering IJCEE-IJENS. Vol: 11. No: 05. _ [4] Andhika, S. Siregar dan Cristopel L. Tobing. 2010. Pemanfaatan Serbuk Pohon Karet Sebagai Bahan Pengisi Pada Komposit Polipropilena Dengan


Penyerasi Benzoil Peroksida. Teknik Kimia. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara. Medan. [5] Radzi, Mohd Ali; Shamsul Baharin Jamaludin; A.Z. Nur Hidayah dan C.M. Ruzaidi. 2011.


Fabrication and Mechanical Properties of Composite Palm Ash _Mixed With Phenolic Resins. Australian Journal of Basic and Applied _ _Sciences. Vol 5 (11). Hal: 291-296. _ [6] Awal, A.S.M.


Abdul dan M. Warid Hussin. 2011. Effect of Palm Oil Fuel Ash _in Controlling Heat of Hydration of Concrete. Elsevier Procedia Engineering. _ Vol. 14 (2011). Hal: 2650–2657. [7] Awal, A.S.M.


Abdul dan Siew Kiat Nguong. 2010. A Short-Term Investigation _On High Volume Palm Oil Fuel Ash (Pofa) Concrete. 35th Conference on Our _ _World In Concrete & Structures: 25 - 27 August


2010. Singapore. _ [8] Ahmad, M.H.; R.C. Omar; M.A. Malek; N. Md Noor dan S. Thiruselvam. _2008. Compressive Strength of Palm Oil Fuel Ash Concrete. Jurnal ICCBT A _ _(27). Hal: 297 - 306. _


[9] Ditjen PPHP. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Kelapa Sawit. Direktorat Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta [10] Kaw, K.A. 1997. Mechanics of Composite Materials. CRC


Press : Boca Raton. [11] Agarwal, B. D. 1990. Handbook of Ceramic and Composite. Vol. 1. New York: Merecel Dekker Inc. [12] Hanafi, I. 2004. Komposit Polimer Diperkuat Pengisi dan Gentian


Pendek SEMULA JADI. UNIVERSITAS SAINS MALAYSIA: MALAYSIA. [13] Yudhanto, A. 2007. Aplikasi Material Komposit di Industri Migas. Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya. (17) [14] Taurista,


A.Y., Agita, O.R. dan Khrisna, H.P. 2004. Komposit Laminat Bambu SERAT WOVEN SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF PENGGANTI FIBER GLASS PADA KULIT KAPAL. Jurusan Teknik Material, ITS: Surabaya. [15]


Wirjosentono, B. 1998. Struktur Dan Sifat Mekanisme Polimer. Intan Dirja Lela Press: Medan. [16] Khairunizar, Siti. 2009. Peranan Pendispersi Asam Stearat Terhadap Kompabilitas Campuran


Plastik Polipropilena Bekas Dengan Bahan Pengisi Dekstrin. Jurusan Kimia, USU: Medan. [17] Hakim, Luthfi dan Fauzi Febrianto. 2005. Karakteristik Fisis Papan Komposit _dari Serat Batang


Pisang (Musa, SP) dengan Perlakuan Alkali. Penomena _ _Foresty Science Journal Vol.1 No.1. Hal 21-26. _ [18] The European Flame Retardants Association. 2007. Flame Retardants Frequently


Asked Questions. Avenue E. Van Nieuwenhuyse 4 B - 1160 Brussels, Brussels. [19] Aya; Bayu Hadiwinoto; Sjahroel; Siwahid dan Ian Radiansyah. 2010. Fire Retardant pada Polimer.


http://material-sciences.blogspot.com. Diakses pada Tanggal 9 Januari 2013. [20] Fisk, P.R.; A.E. Girling dan R.J. Wildey. 2003. Prioritisation Of Flame Retardants For Environmental Risk


Assessment. Environment Agency. Howbery Park. Wallingford. [21] Callister, W.D., Material Science and Engineering. Seventh Edition. (Singapore : John Wiley & Sons, Inc, 2007), hal 596.


[22] Schwartz, M. M., Composite Materials Handbook, (New York : McGraw Hill Book Company, 1984), hal 76 [23] Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., Introduction To Spectroscopy : A Guide


for Students of Organic Chemistry. (Singapore : Brooks/Cole Thomson Learning, 2001), hal 26 [24] Wikipedia, Lost on Ignition. http://www.wikipedia.org/. Diakses pada 18 Januari 2014. [25]


Wikipedia, Ash Content. http://www.wikipedia.org/. Diakses pada 18 Januari 2014. [26] W Jones, R. M., Mechanics of Composite Materials. Second Edition. (U.S.A : Taylor & Francis, 1999),


hal 49 [27] Hexion, Composite Cable Flame Retardant. www.technoflame.com. Diakses pada 7 Juli 2013. [28] Cristaldi G., Latteri A., Recca G., Cicala G., Composites Based on Polypropilene.


www.intechopen.com. Diakses pada 7 Juli 2013. [29] Faisal, Tengku Z. H. (2008). Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Sifat-Sifat Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE) Terisi Tempurung


Kelapa. Tesis Sekolah Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan. [30] Amazon, Composite Flame Retardant. http://www.amazon.com. Diakses pada tanggal 21 Februari 2014. (18) [31] Huang,


N. H. Et. Al., Synergistic Flame Retardant Effects Between Sepiolite _and Magnesium Hydroxide in Ethylene-vinyl Acetate (EVA) matrix, eXPRESS _ (19) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI


PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan Laboratorium PT. Nippisun 2, Bekasi.


3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Polipropilena (PP) sebagai matriks pada komposit 2. _Abu pembakaran biomassa kelapa sawit


atau palm oil fuel ash (POFA) _ sebagai bahan pengisi pada komposit 3. Magnesium Stearat (Mg(C18H35O2)2) sebagai bahan pendispersi dan penyerasi 4. _Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0,1 M


sebagai bahan treatment atau _ perlakuan alkali pada abu pembakaran biomassa kelapa sawit 3.2.2 PERALATAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Ekstruder 2. Injection


molding 3. Ball mill 4. Ayakan 140 mesh 5. Oven _6._ _Furnace _ 7. Neraca analitik 8. Desikator 9. Alat uji bakar 10.Alat uji tarik 11.Alat uji bentur (20) 3.3 PROSEDUR PERCOBAAN 3.3.1


PEMBENTUKAN KOMPOSIT POLIMER PP DAN POFA 1. _Abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash (POFA) _ _digilling di dalam ball mill untuk menyeragamkan dan memperkecil ukuran _


partikel. 2. _POFA setelah digiling kemudian diayak/disaring menggunakan ayakan 140 _ _mesh. _ 3. _POFA 140 mesh kemudian direndam dalam NaOH 0,1 M sambil diaduk _ hingga dingin. 4. Disaring


kemudian dibilas dengan air secukupnya dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 80 oC hingga kering. 5. Gerus endapan kering tersebut pada mortar untuk memecahkan aglomerasi. 6.


Polipropilena, POFA (10, 15 dan 20 %) (b/b) dan Magnesium Stearat 0,15 % (b/b) dicampur manual untuk kemudian dimasukkan ke dalam ekstruder. 7. _Hasil ekstruder dipelletisasi (compound


membentuk komposit). _ 8. _Komposit dicetak pada injection molding untuk pembuatan spesimen properti _ sesuai dengan ASTM atau ISO. 9. Spesimen didiamkan selama 24 jam di dalam desikator


kemudian dilakukan pengujian sifat-sifat dan karakteristik masing-masing varian komposit sebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan. (21) 3.3.2 FLOWCHART PERCOBAAN Direndam dalam NaOH 0,1 M


sambil diaduk hingga dingin _Diayak menggunakan ayakan 140 mesh _ Disaring kemudian dibilas dengan air secukupnya dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 80 oC hingga kering Gerus endapan


kering tersebut pada mortar untuk memecahkan aglomerasi Polipropilena, POFA (10, 15 dan 20 %) (b/b) dan Magnesium Stearat 0,15 % (b/b) dicampur manual Dimasukkan ke dalam ekstruder _Abu


pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash _ _(POFA) digilling di dalam ball mill_ Dipelletisasi _Komposit dicetak pada injection molding untuk pembuatan _ spesimen properti


Spesimen didiamkan selama 24 jam di dalam desikator Dilakukan pengujian sifat-sifat dan karakteristik (22) 3.3.3 PENGUJIAN KOMPOSIT 3.3.3.1 FLAMMABILITAS Prosedur pengujian flammabilitas


komposit menggunakan standar UL-94 _metode vertical burning test pertama penjepit spesimen berada 6 mm di atas _ _spesimen, dengan sumbu longitudinal vertikal. Diatur burner untuk


menghasilkan api _ biru. Terapkan api terpusat ke titik tengah tepi bawah spesimen, dan dipertahankan, _pemindahan burner diperlukan dalam menanggapi setiap perubahan panjang atau _ posisi


spesimen. Jika spesimen menetes bahan cair atau menyala selama penerapan _api, miringkan burner dan tarik dari bawah spesimen untuk mencegah bahan dari _ _jatuh ke laras burner. Mulai


pengukuran waktu t1 afterflame dalam hitungan detik. _ _Segera setelah afterflaming dari spesimen berhenti, bahkan jika burner belum ditarik, _ _segera tempatkan burner lagi di bawah


spesimen dan atur burner, dimana pada saat _ terjadi pembakaran, spesimen mungkin akan menjatuhkan bahan dalam bentuk _tetesan. Mulai pengukuran waktu afterflame t2, dan afterglow t3. Gambar


rangkaian _ _peralatan dapat dilihat di bawah ini. _ (23) _3.3.3.2 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) ASTM D 638 _ _Spesimen komposit dicetak dengan menggunakan injection molding _


membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik). Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban


10 kN dengan kecepatan 50 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada di alat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat


tegangan maksimum dan regangannya. Persamaan yang digunakan adalah : 0 _A_ _Fmaks_ _t_   dimana : τt : Kekuatan tarik (Pa) Fmaks : Beban maksimum (kgf) Ao : Luas penampang mula-mula (m2)


Besar pemanjangan pada saat putus dapat dihitung dengan persamaan berikut ini. _Awal_ _Panjang_ _panjang_ _Perubahan_ _an_ _Perpanjang_  %) 100 ( _o_ _o_ _l_ _l_ _l_   Gambar 3.3 Sketsa


Spesimen Uji Tarik 13 mm 165 mm 115 mm 57 mm 4 mm 19 mm 76 mm (24) _3.3.3.3 UJI KEKUATAN BENTUR (IMPACT STRENGTH) ASTM D 256 _ _Spesimen komposit dicetak dengan menggunakan injection molding


_ membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan bentur (uji bentur). Pengujian kekuatan bentur dilakukan dengan mengikuti metoda Izod. Pada spesimen dibuat bentuk tajam dengan sudut 45o


ditengah. Spesimen kemudian dihantam dengan mesin impak dan kekuatan impaknya dihitung berdasarkan energi yang diserap. Gambar 3.4 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod 3.3.3.4 FOURIER


TRANSFORM INFRARED SPECTROSCOPE (FTIR) Sampel yang dianalisa yaitu berupa abu pembakaran biomassa kelapa sawit murni dan yang telah diberikan perlakuan alkali, polipropilena, dan komposit PP


_berpengisi POFA untuk melihat apakah ada terbentuk sambung silang (cross-linking) _ atau tidak terbentuknya gugus baru. Analisa FTIR dilakukan di Laboratorium Farmasi, Universitas Sumatera


Utara. _3.3.3.5 LOST ON IGNITION (LOI) _ _Loss on Ignition (LOI) diukur dengan menimbang massa dari residu _ pembakaran padat pada suhu 800 oC. Mula-mula residu didalam cawan ditimbang


_kemudian dimasukkan ke dalam tungku atau furnace pada suhu 600 - 800 _oC selama 5 menit. Setelah itu, temperatur tungku di set sebesar 800 oC selama 30 menit. Hitung persen LOI dari


prosedur tunggal dengan persamaan: %) 100 ( _spesimen_ _Massa_ _preheating_ _setelah_ _spesimen_ _Massa_ _spesimen_ _Massa_ _LOI_  12,5 mm 60,5 mm 3,4 mm (25) 3.3.3.6 KADAR ABU Kadar abu


dihitung berdasarkan kehilangan massa dari suatu bahan dalam spesimen tes ketika dipanaskan. Pengujian kadar abu hampir sama dengan pengujian LOI, dimana spesimen didalam cawan ditimbang


kemudian dimasukkan ke dalam _tungku atau furnace pada suhu 600 - 800 _oC selama 5 menit. Setelah itu, temperatur tungku diatur sebesar 800 oC selama 30 menit. 3.3.3.7 DENSITAS _ Pengujian


densitas dilakukan di dalam alat density meter, dimana spesimen _ _dimasukan kedalam tube yang berisi cairan di dalam alat, yang kemudian akan _ memberikan sebuah frekuensi ketika spesimen


dimasukkan kedalamnya. Semakin besar massa dari sampel maka frekuensi akan semakin kecil. Frekuensi ini yang akan diukur dan dikonversi oleh alat menjadi densitas. (26) BAB IV HASIL DAN


PEMBAHASAN _4.1 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) ABU _ PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT Karakterisasi ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari bahan pengisi abu


pembakaran biomassa kelapa sawit murni dan yang telah diberikan perlakuan alkali. Hasil spektrum FTIR dari bahan pengisi dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini. Gambar 4.1 Karakteristik


FTIR Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit Gambar 4.1 menunjukkan spektrum FTIR pada pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit murni dan yang telah diberikan perlakuan alkali. Dari gambar


dapat dijelaskan bahwa spektrum FTIR abu pembakaran biomassa kelapa sawit murni dan yang telah diberikan perlakuan alkali menunjukkan adanya perbedaan gugus –OH dan gugus –Si=Si pada


sekitar gugus silika. Dimana gugus –OH dan gugus –Si=Si diduga mengalami modifikasi kimia setelah diberikan perlakuan alkali 3417,86 (Si-OH) 1018,41 (Si-O) 794,67 (Si-H) 1627,92 (Si-=Si)


(27) dengan larutan NaOH. Penambahan NaOH terlihat menurunkan intensitas gugus dari abu pembakaran biomassa kelapa sawit murni yang memutus ikatan hidrogen pada partikel, dalam hal ini


membuat ionisasi pada gugus -OH sehingga akan menjadi alkoksi [17]. Reaksi perlakuan alkali pada partikel abu pembakaran biomassa kelapa sawit adalah sebagai berikut: Partikel-OH + NaOH →


Partikel-O-Na + H2O Gambar 4.2 Reaksi partikel abu pembakaran biomassa kelapa sawit dengan NaOH [17] Modifikasi kimia dengan perlakuan alkali dilakukan untuk meningkatkan adhesi antara


permukaan partikel dengan matriks polimer yang diharapkan akan berpotensi menghasilkan ikatan yang baik. Pengaruh perlakuan alkali terhadap sifat permukaan partikel telah diteliti, dimana


kandungan optimum air mampu direduksi sehingga sifat alami hidrofilik dari partikel dapat memberikan ikatan interfasa dengan matriks. Sifat alami bahan pengisi yang cenderung adalah


hidrofilik, yaitu suka terhadap air yang berbeda dengan matriks polimer yang hidrofobik, yaitu tidak suka terhadap air [17]. Abu pembakaran biomassa kelapa sawit yang telah digunakan sebagai


bahan bakar boiler pada dasarnya tidak mempunyai unsur karbon dan hidrat. Oleh karena tidak adanya unsur karbon dan hidrat pada abu pembakaran biomassa kelapa sawit, _diharapkan dapat


berfungsi dan ditingkatkan fungsinya sebagai senyawa flame _ _retardant dalam komposit polipropilena. _ _4.2 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) _ POLIPROPILENA DAN KOMPOSIT


POLIPROPILENA BERPENGISI ABU PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT Pencampuran antara bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit dengan matriks polipropilena tidak menyebabkan terjadinya


pembentukan gugus fungsi baru atau tidak terjadi reaksi kimia tetapi hanya bercampur secara fisika (mekanik). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 dari hasil karakterisasi FTIR


polipropilena murni dan komposit polipropilena dengan bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit. (28) Gambar 4.3 Karakteristik FTIR Polipropilena dan Komposit Polipropilena


Berpengisi Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat dengan jelas terjadinya pengurangan intensitas gugus fungsi. Propilen murni dengan rumus molekul [C3H6]n


didominasi dengan regang alkana pada hasil pengujian FTIR. Komposit polipropilena dengan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit memperlihatkan intensitas masing-masing gugus fungsi


yang melemah dibandingkan dengan polipropilena murni. Pada komposit tidak terjadi reaksi kimia antara matriks dan pengisi, namun gugus pengisi dapat dilihat dari adanya gugus (Si-O) pada


panjang gelombang 987,55cm-1. Dimana, pengisi berupa abu pembakaran biomassa kelapa sawit sendiri tidak mempunyai unsur organik yang diperoleh dari limbah hasil pembakaran biomassa kelapa


sawit pada boiler. Penggabungan antara matriks dan bahan pengisi merupakan reaksi fisika (mekanik) saja. Hal ini juga dikarenakan sifat kepolaran antara matriks dan bahan pengisi yang diduga


masih berbeda menghalangi interaksi antara keduanya. Begitu juga dengan penambahan magnesium stearat sebagai pendispersi yang hanya menjembatani matriks dan bahan pengisi. Ada tiga faktor


yang mempengaruhi ikatan 987,55 (Si-O) 1157,29 (C-H) 1373,32 (C-H) 1458,18 (C-H) 2970,38 (29) _yakni: penjangkaran mekanik (mechanical anchoring), ikatan kimia antara pengisi _ dan matriks,


dan gaya molekular atraktif (gaya van der Waals dan ikatan hidrogen) [15]. _4.3 PHYSICAL PROPERTIES KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI _ ABU PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT Abu pembakaran


biomassa kelapa sawit sebagai bahan pengisi diperoleh dari industri kelapa sawit yang mana merupakan limbah hasil pembakaran biomassa kelapa sawit sebagai bahan bakar pada boiler. Pada


proses pembakaran, senyawa-senyawa organik pada biomassa akan hilang dan akan meninggalkan senyawa-senyawa anorganik dalam persen yang besar. Dalam pembakaran sempurna diasumsi senyawa


organik berupa molekul-molekul air dan karbon akan terdekomposisi menjadi senyawa anorganik, yang mana senyawa anorganik tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi dalam beton dan


komposit [3]. Abu hasil pembakaran tersebut _kemudian dianalisa dengan pembakaran ulang didalam furnace dan kehilangan _ _akibat pembakaran atau Lost on Ignition (LOI) dihitung dan diperoleh


sebesar _ 10,6%. Hal ini menandakan dalam abu masih terdapat 10,6% senyawa yang terdekomposisi atau hilang setelah dibakar. _PHYSICAL PROPERTIES KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI ABU


PEMBAKARAN _ biomassa kelapa sawit dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari komposit _YANG DIHASILKAN. PHYSICAL PROPERTIES TERSEBUT DAPAT DILIHAT PADA TABEL 4.1 DI BAWAH _ ini.


_TABEL 4.1 PHYSICAL PROPERTIES KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI ABU PEMBAKARAN _ biomassa kelapa sawit KOMPOSISI KADAR ABU (%) DENSITAS 100/0 1.00 0.902 90/10 8.77 0.951 85/15 13.93 0.980


80/20 19.12 1.015 Hasil pengujian komposit menunjukkan bahwa kadar abu meningkat dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa


semakin bertambahnya bahan pengisi akan mengakibatkan bahan komposit kehilangan lebih sedikit senyawa-senyawa yang terdekomposisi, dan (30) dapat dilihat pada polipropilena murni menyisakan


abu sebesar 1% yang mana kandungannya merupakan senyawa-senyawa organik. Berbeda dengan komposit berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit yang lebih banyak senyawa-senyawanya bersifat


anorganik berupa karbon. Untuk densitas komposit, terjadi peningkatan dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit. Hal ini menunjukkan kerapatan dari


komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit lebih besar daripada matriks polipropilena setelah terjadi pencampuran. Dalam hal ini, massa dari abu pembakaran


biomassa kelapa sawit sendiri yang lebih besar mempengaruhi/meningkatkan densitas dari komposit yang dihasilkan. 4.4 FLAMMABILITAS KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI ABU PEMBAKARAN BIOMASSA


KELAPA SAWIT _Flammabilitas dari komposit diuji dengan flammability test menggunakan _ metode UL-94 dengan pembakaran vertikal pada 5 spesimen uji komposit, dan waktu bakar ditunjukkan pada


tabel di bawah ini. TABEL 4.2 FLAMMABALITAS KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI ABU PEMBAKARAN biomassa kelapa sawit KOMPOSISI KAPAS TERBAKAR WAKTU TERBAKAR KE-2 TOTAL WAKTU TERBAKAR KE-1 DAN


KE-2 WAKTU TERBAKAR KE-1 ATAU KE-2 GRADE Ya/Tidak < 60 detik < 250 detik < 30 detik 100/0 Ya 333,70 365,84 333,70 Non Grade 90/10 Ya 362,42 504,99 362,42 Non Grade 85/15 Ya 120,16


138,96 120,16 Non Grade 80/20 Ya 17,72 36,69 18,97 94 V-2 Hasil pengujian komposit menunjukkan bahwa flammabilitas dari komposit propilen mempunyai grade yang meningkat dengan meningkatnya


kandungan bahan pengisi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya komposisi dari pengisi meningkatkan ketahanan komposit terhadap pembakaran/api. Komposit polipropilena dengan rasio


80/20 telah memiliki grade V-2 dibanding rasio 90/10 dan 85/15 yang belum mempunyai grade. Grade ini sendiri didasarkan pada parameter, (31) dimana V-0 merupakan rating yang sangat baik yang


telah dapat diaplikasikan pada peralatan elektronik. Tabel 4.3 Standart Flammabilitas Pembakaran Vertikal UL-94 KAPAS TERBAKAR WAKTU TERBAKAR KE-2 (S) TOTAL WAKTU TERBAKAR KE-1 DAN KE-2 (S)


WAKTU TERBAKAR KE-1 ATAU KE-2 (S) GRADE Yes > 60 > 250 > 30 Non Grade < 60 < 250 < 30 94 V-2 No 30 - 60 < 250 < 30 94 V-1 < 30 50 - 250 < 30 94 V-1 < 50 10


- 30 94 V-1 < 10 94 V-0 Semakin tinggi grade/rating yang diperoleh dari komposit menunjukkan _peningkatan ketahanan terhadap pembakaran atau terhadap ignition (pemicu terhadap _


pembakaran). Dalam hal ini, komposit polipropilena berpengisi POFA rasio 80/20 telah memiliki grade/rating V-2. Huang, dkk telah meneliti sinergi antara Sepiolit dan Magnesium Hidroksida


(Mg(0H)2_) pada flame retardant bebas halogen Etilen Vinil Asetat (EVA) kopolimer _ dalam berbagai variasi. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.4 di bawah ini. Tabel 4.4 Komposisi Mg(OH)2 Vs


Rating UL-94 [31] Bila dibandingkan dengan Mg(OH)2 pada EVA dengan komposisi 54% yang memberikan efek grade/rating yang sama. Penambahan komposisi POFA sebagai pengisi yang semakin besar


diharapkan akan lebih meningkatkan kestabilan termal melalui pembentukan efek penghalang dari dekomposisi produk melalui dispersi KOMPOSISI EVA (%) KOMPOSISI MG(OH)2 (%) KOMPOSISI SEPIOLIT


(%) RATING UL-94 100 0 0 non-grade 45 55 0 non-grade 45 54 1 V-2 45 53 2 V-1 45 52 3 V-0 45 51 4 V-0 45 50 5 V-1 (32) pengisi ke dalam matriks. POFA sendiri yang telah terbukti dapat


meningkatkan _ketahanan termal pada beton (concrete) semen [3]. _ POFA memiliki kandungan senyawa Silicon Dioxide (SiO2), Aluminum Oxide (Al203), Magnesium Oxide (MgO), Calcium Oxide (CaO)


yang cukup besar. Senyawa-senyawa ini telah terbukti dapat melakukan reaksi pozzolanik pada beton yang pada intinya adalah melakukan reaksi hidrasi dan atau pembentukan kompleks hidrat yang


stabil (C-S-H atau C-A-H). Pembentukan kompleks hidrat ini sangat _berperan sekali dalam proses flame retardancy suatu komposit melalui mekanisme _ penghalangan transfer panas dan


pendinginan permukaan akibat pelepasan uap air di permukaan bahan yang dibakar/terbakar. Disamping itu, oksida dari bahan-bahan _tersebut di atas berperan dalam pembentukan arang/char di


permukaan, sebagai _ _penghalang atau pelambat api (flame retardant) [3]. _ Berdasarkan hasil penelitian Huang, dkk di atas bahwa pada proses hidrasi yang dilakukan terhadap POFA selain


terjadinya reaksi pozzolanik maka kemungkinan pembentukan kompleks seperti sepiolite dapat terjadi dan atau pembentukan Mg-Al-Layer Double Hydroxide (Mg-Al-LDH), yang potensial _sebagai


pengisi dan flame retardant [7] juga telah terjadi. Dengan asumsi tersebut _ _dapat dijelaskan kemampuan flame retardancy dari POFA yang terhidrasi lebih kuat _ dari Mg(OH)2. Reaksi


pozzolanik yang terjadi diperkirakan: 3 [Ca(OH)2] + 2 [SiO2] → [3(CaO)2 SiO2).3H2O ... (1) 3[Ca(OH)2] + Al2O3+3H2O → 3(CaO)2(Al2O3). 6H2O ... (2) Gambar 4.4 Reaksi pozzolanik pada POFA [7]


_Mekanisme flame retardancy yang terjadi pada pengaplikasian Mg(OH)2 _ _sebagai flame retardant adalah adanya temperatur yang cukup tinggi untuk _ mendekomposisi kemudian mengeluarkan uap


air. Temperatur dekomposisi Mg(OH)2 yang cukup tinggi ini akan menghambat transfer panas serta pengeluaran uap air yang akan melakukan pendinginan dipermukaan komposit yang terbakar. (33)


Mg(OH)2 → MgO + H2O ... (3) _Gambar 4.5 Mekanisme flame retardancy pada pengaplikasian Mg(OH)2 [7] _ Penambahan magnesium stearat sebagai bahan pendispersi juga diharapkan akan meningkatkan


sifat flammabilitas dari komposit melalui pendonor magnesium yang diharapkan dapat menghambat transfer panas melalui mekanisme-mekanisme seperti di atas. 4.5 PENGARUH KANDUNGAN BAHAN PENGISI


TERHADAP KEKUATAN _TARIK (TENSILE STRENGTH) KOMPOSIT POLIPROPILENA _ Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh penambahan bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit pada matriks polipropilena


terhadap kekuatan tarik komposit. Gambar 4.6 Pengaruh Kandungan Bahan Pengisi Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Gambar di atas menunjukkan pengaruh penambahan bahan pengisi abu _pembakaran


biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash (POFA) pada matriks _ polipropilena terhadap kekuatan tarik komposit. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik komposit


bahan berpengisi POFA tersebut berada di bawah nilai kekuatan tarik polipropilena murni. Dari hasil uji tarik diperoleh bahwa (34) kekuatan tarik maksimum untuk komposit diperoleh pada rasio


90/10, yaitu sebesar 17,945 MPa. Penurunan nilai kekuatan tarik ini disebabkan masih rendahnya sifat adhesi antara bahan matriks dan bahan pengisi. POFA yang terhidrasi bersifat hidrofilik


sementara permukaan dari polipropilena bersifat hidrofobik, begitu juga dengan kepolaran yang berbeda dari bahan matriks dan pengisi. Ketidaksesuaian ini akan memberikan kontribusi terhadap


perubahan sifat mekanis kekuatan tarik dari matriks murni dibandingkan komposit [2]. Penyebab lain juga diperkirakan akibat butiran partikel dari POFA yang cukup besar dan cenderung


berikatan atau berkumpul membentuk algomerasi dalam kondisi lembab yang kemudian berinteraksi di daerah antar fasa sebagai pengisi dengan matriks polipropilena akan mempengaruhi kekuatan


tarik komposit. Aglomerasi mengurangi kecocokan dari pengisi dan matriks [5]. Hal ini juga yang menunjukkan kemampuan pengisi dalam menurunkan _tegangan (stress) yang diberikan sehingga


nilai kekuatan tarik komposit berada _ dibawah matriks murninya. 4.6 PENGARUH KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP SIFAT _PEMANJANGAN (ELONGATION BREAK) PADA SAAT PUTUS _ KOMPOSIT POLIPROPILENA


Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh penambahan bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit pada matriks polipropilena terhadap sifat _pemanjangan (elongation break) pada saat putus. _


(35) Gambar 4.7 Pengaruh Kandungan Bahan Pengisi Terhadap Sifat Pemanjangan _(Elongation Break) Pada Saat Putus Komposit _ Pada gambar di atas nilai pemanjangan pada saat putus komposit


untuk semua rasio berada di bawah nilai kekuatan tarik polipropilena murni. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pengisi telah mengakibatkan penurunan nilai pemanjangan pada saat putus


komposit berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit. Dari hasil uji sifat pemanjangan pada saat putus komposit diperoleh bahwa nilai pemanjangan pada saat putus maksimum untuk komposit


diperoleh pada rasio 90/10, yaitu sebesar 24,044 %. Hasil pengujian komposit menunjukkan bahwa pemanjangan pada saat putus menurun dengan meningkatnya kandungan bahan pengisi abu pembakaran


biomassa kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya bahan pengisi akan mengakibatkan bahan komposit kehilangan keelastisannya [2]. Semakin elastis suatu bahan


mengindikasikan tingginya nilai pemanjangan pada saat putus. Penurunan nilai pemanjangan pada saat putus menunjukkan penurunan kemampuan matriks _untuk menyokong perpindahan tegangan


(stress) dari bahan polimer ke pengisi. Hal _ ini disebabkan karena penambahan dari POFA pada matriks dan tidak berikatan sesuai yang diharapkan, sehingga mengurangi keelastisan dari


matriks, yang mana menyebabkan kekakuan pada komposit [4]. (36) 4.7 PENGARUH KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KEKUATAN _BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT POLIPROPILENA _ Gambar 4.8


menunjukkan pengaruh penambahan bahan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit pada matriks polipropilena terhadap kekuatan _BENTUR (IMPACT STRENGTH) KOMPOSIT. _ Gambar 4.8 Pengaruh


Kandungan Bahan Pengisi Terhadap Kekuatan Bentur _(Impact Strength) Komposit _ Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai kekuatan bentur komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran


biomassa kelapa sawit berada di bawah nilai kekuatan bentur untuk polipropilena murni. Dari hasil uji bentur diperoleh bahwa nilai kekuatan bentur maksimum untuk komposit diperoleh pada


rasio 90/10, yaitu sebesar 60,9 J/m2. Penurunan kekuatan bentur komposit disebabkan massa matriks mengalami penurunan sedangkan massa bahan pengisi bertambah, sehingga permukaan matriks


tidak dapat menutupi permukaan pengisi dengan baik, artinya interaksi antara matriks dan bahan pengisi tidak maksimal [2]. Sifat kepolaran bahan matriks dan bahan pengisi yang masih berbeda


juga menyebabkan interaksi yang terjadi tidak maksimal. Hal ini yang dibutuhkan pada bahan untuk memperkuat komposit agar membentuk produk yang efektif, yaitu harus ada ikatan permukaan yang


kuat antara (37) pengisi dan matriks, tanpa adanya faktor tersebut penambahan pengisi dapat menurunkan kekuatan bentur bahan komposit yang dihasilkan [2]. (38) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 KESIMPULAN Dari hasil analisis pengujian komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Dari hasil analisis


karakterisasi FT-IR terhadap abu pembakaran biomassa kelapa sawit murni dengan abu pembakaran biomassa kelapa sawit yang diberikan perlakuan alkali diketahui terjadi penurunan intensitas


spektrum yang diakibatkan dari pemutusan ikatan gugus dengan adanya modifikasi kimia melalui penambahan larutan NaOH. 2. Dari hasil analisis karakterisasi FT-IR terhadap polipropilena, abu


pembakaran biomassa kelapa sawit, dan komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit diketahui tidak terjadi perubahan gugus yang signifikan dikarenakan tidak adanya


reaksi yang terjadi selama proses pencampuran. 3. Pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit mampu meningkatkan flammabilitas komposit pada rasio 80/20 dengan menghasilkan grade V-2 pada


uji flammabilitas. 4. Pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit belum mampu meningkatkan kekuatan tarik komposit rasio 90/10 sebesar 17,945 MPa dari polipropilena murni yaitu sebesar


20,639 MPa. 5. Dari hasil analisis sifat pemanjangan pada saat putus komposit, pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit juga belum mampu meningkatkan sifat pemanjangan pada saat putus


komposit rasio 90/10 sebesar 24,044 % dari polipropilena murni yaitu sebesar 53,553 %. 6. Pengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit belum mampu meningkatkan kekuatan bentur komposit rasio


90/10 sebesar 60,9 J/m2 dari polipropilena murni yaitu sebesar 112,1 J/m2. 7. Penambahan magnesium stearat sebagai bahan pendispersi dan penyerasi belum mampu meningkatkan interaksi dari


matriks dan bahan pengisi. (39) 5.2 SARAN Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan : 1. Penelitian hendaknya dilanjutkan untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit,


dengan peningkatan komposisi dari penyerasi dan atau memperkecil ukuran partikel dari pengisi. 2. Diperlukannya penambahan bahan yang dapat meningkatkan ikatan, dengan menggandeng antara


matriks polipropilena dan pengisi abu pembakaran biomassa _kelapa sawit seperti penambahan additif berupa coupling agent (penggandeng) _ seperti maleat anhidrat. 3. Propilena sisa dari


pencucian mesin ekstruder sebaiknya dimanfaatkan dan diteliti lebih lanjut sebagai matriks dalam komposit. (40) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ABU PEMBAKARAN BIOMASSA KELAPA SAWIT Jenis limbah


kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang, serat dan lain-lain. Limbah padat dan pada generasi berikutnya dapat dilihat pada


Gambar 2.1. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa Iimbah yang terjadi pada generasi pertama dapat dimanfaatkan dan terjadi limbah berikutnya sehingga dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai


ekonomi. Salah satunya adalah potensi limbah cangkang dan serat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada boiler [9]. Gambar 2.1 Pohon industri pemanfaatan limbah padat kelapa sawit


[9] Dalam pemrosesan buah kelapa sawit menjadi ekstrak minyak sawit, menghasilkan limbah padat yang sangat banyak dalam bentuk serat, cangkang dan tandan buah kosong, dimana untuk setiap 100


ton tandan buah segar yang diproses, akan di dapat lebih kurang 6,5 ton cangkang, 13 ton serat dan 23 ton tandan kosong. Untuk membantu pembuangan limbah dan pemulihan energi, cangkang dan


serat ini (41) digunakan lagi sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap pada perebusan kelapa sawit. Setelah pembakaran dalam ketel uap, akan dihasilkan 5% abu pembakaran _biomassa kelapa


sawitatau Palm Oil Fuel Ash (POFA) dengan ukuran butiran yang _ halus. Abu hasil pembakaran ini biasanya dibuang dekat pabrik sebagai limbah padat dan tidak dimanfaatkan (Ditjen PPHP, 2006).


Oleh karena kekurangan nutrisi yang dibutuhkan sebagai pupuk, POFA dibuang ke tanah kosong disekeliling pabrik minyak kelapa sawit, dan menyebabkan masalah lingkungan dan resiko kesehatan.


Oleh karena itu ditemukan solusi dalam beberapa studi untuk menggunakan POFA _sebagai filler material [3]. Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit _ dapat dilihat pada


Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit [9] JENIS POTENSI PER TON TBS (%) MANFAAT Tandan Kosong 23,0 Pupuk kompos, pulp kertas, papan


partikel, energi Wet Decanter Solid 4,0 Pupuk, kompos, makanan ternak Cangkang 6,5 Arang, karbon aktif, papan partikel Serabut (fiber) 13,0 Energi, pulp kertas, papan partikel Limbah cair


50,0 Pupuk, air irigasi Air kondensat Air umpan boiler Kandungan Senyawa kimia pada abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau POFA dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2


Kandungan Senyawa kimia pada POFA [3] KANDUNGAN SENYAWA KIMIA JUMLAH (%) Silicon dioxide (SiO2) 66,91 Aluminium oxide (Al2O3) 6,44 Feric Oxide (Fe2O3) 5,72 Calcium oxide (CaO) 5,56 Magnesium


Oxide (MgO) 3,13 Sodium oxide (Na2O) 0,19 Potassium oxide (K2O) 5,20 Sulfur oxide (SO3) 0,33 Phosphorus oxide (P2O2) 3,73 (42) Pada beton, jika unsur silika (SiO2) ditambahkan dengan


campuran beton, maka unsur silika tersebut akan bereaksi dengan kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan unsur lemah dalam beton menjadi senyawa Calsium Silika Hidrat (CSH) baru. Senyawa CSH


merupakan unsur utama yang mempengaruhi kekuatan pasta semen dan kekuatan beton [3]. 2.2 POLIPROPILENA Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh


industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang


serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta


memiliki sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya didaur-ulang memiliki titik lebur 160°C (320°F) [4]. Rumus monomer


polipropilena dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. Gambar 2.2 Rumus monomer polipropilena [4] Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki kristalinitas tingkat


menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi; modulus youngnya juga menengah. Melalui penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat


serta fleksibel, bahkan di suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti berbagai plastik teknik, seperti ABS. Polipropilena memiliki permukaan yang tak


rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik maupun


plastik tertentu lainnya. Bisa pula dibuat buram dan/atau C C CH3 H (43) berwarna-warni melalui penggunaan pigmen. Polipropilena memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan


(bahan) [4]. 2.3 KOMPOSIT Komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih komponen yang berlainan digabungkan [10]. Sementara itu, definisi yang lebih bermakna yaitu menurut


Agarwal [11] menyatakan bahwa bahan komposit mempunyai ciri-ciri yang berbeda dalam komposisinya untuk menghasilkan suatu bahan yang mempunyai sifat dan ciri tertentu yang berbeda dari sifat


dan ciri konstituen asalnya. Di samping itu konstituen asal masih kekal dan dihubungkan melalui suatu antara muka. Bahan komposit mempunyai banyak kelebihan dan keistimewaan dari segi sifat


mekanik, fisik, termal, dan kimianya [12], diantaranya: 1. Sifat kekuatan, kekakuan, dan keliatan (kelenturan) meningkat. 2. Kestabilan dimensi meningkat. 3. Modulus spesifik


(modulus/densitas) dan kekuatan spesifik (kekuatan/ densitas) meningkat yang menyebabkan berat komposit semakin berkurang. 4. Biaya pengeluaran berkurang karena bahan yang digunakan telah


berkurang. Terdapat tiga pendekatan yang dipakai untuk mendefinisikan bahan komposit [12], yaitu: 1. Komposit mengandung dua atau lebih bahan yang dapat dipisahkan secara fisik dan mekanik.


2. Komposit dapat dihasilkan dengan mencampurkan bahan-bahan yang berlainan sehingga sampai ke suatu tahap dengan salah satu bahan tersebut tersebar di dalam bahan yang satu lagi dengan


aturan yang tertentu agar suatu sifat yang optimum diperoleh. 3. Sifat bahan komposit yang terbentuk adalah lebih baik dan mungkin unik dalam aspek tertentu dibanding komponen-komponen


secara terpisah. Tetapi perlu diingat bahwa peningkatan sifat-sifat yang disebutkan di atas tidak dapat diperoleh secara serentak dalam bahan komposit yang sama. Sebagai contoh, peningkatan


sifat kekakuan dan kekuatan lazimnya pada waktu yang sama akan mengurangi keliatan (kelenturan) bahan komposit tersebut. (44) 2.3.1 KOMPOSIT POLIMER Komposit polimer lebih banyak digunakan


karena mempunyai banyak kelebihan, [13] yaitu : 1. Polimer lebih mudah diproses. 2. Polimer mempunyai sifat mekanik dan dielektrik yang baik. 3. Polimer merupakan bahan berdensitas rendah 4.


Polimer mempunyai suhu pemrosesan yang lebih rendah dibanding suhu pemrosesan logam. Umumnya polimer mengandung molekul yang besar lebih kuat dan tahan terhadap tegangan termal dan mekanik


dibandingkan dengan polimer yang tersusun dari molekul yang lebih kecil. Polimer terdiri dari molekul-molekul yang tersusun dari segmen-segmen yang berulang-ulang atau satuan yang disebut


mer [14]. Pada umumnya polimer memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah jka dibandingkan material-material lain. Tidak dapat mengantarkan arus listrik dan juga tidak tahan terhadap


pemanasan, karena itu tidak ada proses heat treatment kepada polimer. Polimer juga bersifat kaku/fleksibel. Meskipun polimer merupakan isolator, komposisinya dapat disesuaikan sehingga


terdapat konduktivitas tertentu. Polimer tahan terhadap serangan korosi dan juga tidak bereaksi terhadap bahan kimia dan lingkungan [15]. 2.3.2 FASE MATRIKS BAGI KOMPOSIT _Fase matriks ialah


fase yang lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas _ yang lebih rendah. Matriks berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan _dan kerusakan dari benturan (impact)


[12]. _ Secara umum fase matriks memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Matriks adalah bahan padat yang mampu memindahkan tegangan yang dikenakan kepada fase tersebar, yang berfungsi sebagai


media alas beban. Disamping itu, fase matriks juga berusaha untuk menahan beban yang dikenakan sesama fase penguat yang berdekatan. (45) 2. Matriks berupaya menjaga fase penguat dari


kerusakan karena lingkungan, seperti panas dan kelembaban. Contoh penguat yang mengalami kerusakan karena kelembaban ialah serat kaca dan poliester. 3. Sebagai pengikat fase penguat, matriks


diharapkan dapat menghasilkan interfase fase matriks dan fase penguat yang kuat. Dengan demikian, bahan yang digunakan sebagai fase matriks diharapkan memiliki fungsi seperti yang telah


disebutkan di atas, dan pemilihannya sebagai matriks harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut [12]: 1. Keserasiannya dengan fase penguat atau fase tersebar karena akan menentukan


interaksi interfase fase matriks-fase penguat (pengisi). 2. Sifat akhir komposit yang dihasilkan. 3. Keperluan penggunaan dan masalah terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya, seperti masalah


terhadap kelembaban dan masalah terhadap larut. 4. Gambaran bentuk komponen yang akan dihasilkan. 5. Kemudahan fabrikasi dan pemrosesan. 6. Biaya penggunaan. 2.3.3 FASE TERSEBAR (PENGISI)


Fase tersebar merupakan bahan yang berbentuk serat, partikel, kepingan, yang ditambahkan untuk meningkatkan sifat fisik dan mekanik komposit seperti meningkatkan sifat kekuatan, kekakuan,


dan kelenturan. Dengan penggunaan fase tersebar (pengisi) dapat diperoleh sifat-sifat sebagai berikut [13]: 1. Sifat fisik mengalami peningkatan maksimum. 2. Penyerapan kelembapan yang


rendah. 3. _Sifat pembasahan (wetting) yang baik. _ 4. Biaya yang rendah dan bahan yang mudah diperoleh. 5. Tingkat ketahanan terhadap api yang baik. 6. Tingkat ketahanan terhadap bahan


kimia yang baik. 7. Sulit larut dalam air dan pelarut lainnya (46) 2.3.4 BAHAN PENDISPERSI Penambahan bahan pendispersi berfungsi sebagai pelunak atau pemlastis matriks polimer. Pelunak atau


pemlastis merupakan bahan yang ditambahkan kedalam bahan polimer sehingga molekul pemlastis akan berada diatara rantai polimer yang mempengaruhi mobilitas rantai dan menaikkan plastisitas


bahan [16]. Pada mekanisme pelunakan, bahan pendispersi merupakan pelunak atau pelarut yang mampu membawa matriks polimer untuk memasuki pori-pori serbuk pengisi, sehingga akan memperluas


permukaan kontak antara matriks dengan serbuk pengisi. Untuk pendispersi jenis stearat diketahui bahwa molekul dari asam stearat memiliki daerah hidrofobik dan hidrofilik sekaligus, dua


sifat yang saling bertolak belakang. Gugus karboksil stearat yang bersifat hidrofilik dan polar akan cenderung berhubungan dengan lingkungan sekitar yang terutama terdiri dari air, yang


kemudian memungkinkan terjadinya interaksi fisik antara matriks dan pengisi [16]. 2.3.5 DISPERSI BAHAN PENGISI DALAM MATRIKS POLIMER Pendispersi pembasah merupakan bahan surfaktan yang bila


ditambahkan dalam bahan polimer akan terjadi interaksi fisik antara pendispersi dengan suatu substrak resin polimer melalui gugus nonpolar dengan permukaan substrak melalui gugus polarnya.


Mekanisme pembasahan berlangsung dengan cara interaksi antara pendispersi jenis surfaktan dengan bahan pengisi melalui gugus polarnya dengan matriks polimer melalui gugus nonpolarnya,


akibatnya akan terbentuk ikatan yang lebih kuat antara matriks dan bahan pengisi [16]. 2.3.6 PERLAKUAN ALKALI (NAOH) Perlakuan alkali adalah salah satu teknik modifikasi kimia yang banyak


digunakan pada material alam yang biasa dipakai sebagai penguat pada matriks termoplastik dan termoset. Modifikasi dengan perlakuan alkali akan memutus ikatan hidrogen dan cara demikian akan


membuat permukaan serat menjadi lebih kasar. Modifikasi kimia dengan perlakuan alkali dilakukan untuk meningkatkan adhesi antara permukaan partikel dengan matriks polimer yang diharapkan


akan berpotensi MENGHASILKAN IKATAN YANG BAIK. ADANYA PERLAKUAN ALKALI PADA MATERIAL AKAN menghilangkan sejumlah lignin, lilin dan minyak serta zat pengotor pada permukaan (47) material,


sehingga terjadi depolimerisasi pada material. Dalam hal ini penambahan NaOH adalah untuk membuat ionisasi gugus -OH pada material sehingga akan MENJADI ALKOKSI SEPERTI PADA GAMBAR DI BAWAH


INI [17]. Partikel-OH + NaOH → Partikel-O-Na + H2O Gambar 2.3 Reaksi partikel abu pembakaran biomassa kelapa sawit dengan NaOH [17] 2.4 FLAME RETARDANT Polimer telah digunakan secara luas


menggantikan bahan logam di kehidupan kita sehari-hari karena bahan polimer lebih murah dan ringan. Namun bahan polimer mempunyai satu kelemahan besar yaitu sangat mudah terbakar. Pengertian


bahan anti bakar bukanlah dimaksudkan bahwa bahan tersebut tidak dapat terbakar. Untuk lebih _memahami pengertian bahan anti bakar/flame retardant baiknya diketahui proses _ _terbentuknya


nyala api/life cycle of fire yang dijelaskan oleh Emmon melalui segitiga _ _api/fire triangle [18], yang dapat dilihat pada gambar 2.3. _ Gambar 2.4 Segitiga api yang dipresentasikan ke


fungsi temperatur dan waktu [18] Proses terbentuknya nyala api secara umum melalui tiga tahapan proses yaitu inisiasi pembentukan api, pembentukan api secara maksimal dan proses pemadaman


api [18], dimana tiga tahapan proses ini diatur oleh empat parameter yaitu: 1. _Derajad dapat terbakarnya suatu bahan/combustibility _ 2. _Derajad dapat tersulutnya suatu bahan/ignitability.


Bila suatu bahan dapat _ terbakar maka berikutnya dipertanyakan bagaimana bahan tersebut tersulut. (48) 3. Penyebaran nyala api, yaitu seberapa cepat nyala api tersebar setelah bahan


tersulut. 4. Pelepasan panas, laju pelepasan panas/kalor dan jumlah kalor yang dilepas. Suatu inisiator sumber panas memulai penyulutan terhadap suatu bahan untuk terbakar dimana membutuhkan


bahan bakar dan oksigen (yang diperoleh dari udara ambien) agar penyulutan api dapat bertahan dan bertumbuh. Kemampuan bahan bakar dalam menerima transfer panas dari sumber panas ke bahan


bakar baik secara induksi maupun konveksi dan kemudahannya terurai/terdekomposisi menentukan _derajad dapat-terbakarnya/combustibility serta derajad dapat-tersulutnya suatu bahan _ (sebagai


bahan bakar pembentuk api). Campuran bahan bakar dan oksigen pada udara ambien akan menimbulkan nyala api. Laju pelepasan panas dan jumlah kalor yang dilepas akibat dekomposisi bahan bakar


pembentuk api ini akan mempengaruhi temperatur udara ambien yang akan mempengaruhi penyebaran nyala api melalui pembentukan gas yang mudah terbakar dengan temperatur yang cukup tinggi [18].


_Bahan flame retardant adalah bahan yang bersifat penghalang atau inhibitor _ terhadap salah satu tahapan proses atau lebih pada pembentukan nyala api. Apabila _bahan flame retardant ini


diaplikasikan pada polimer, proses terbentuknya nyala api _ dapat kita gambarkan sebagai berikut. Gambar 2.5 Pembentukan Nyala Api Pada Penyulutan dan Pembakaran Polimer [18] Panas Bahan


Bakar/ Polimer Udara Ambien / Oksigen Dekomposisi Polimer + Oksigen Nyala api Hasil Pembakaran (49) Dekomposisi polimer akibat pemanasan dikenal sebagai pirolisis secara endotermis yang akan


membentuk fragmen radikal yang mempropagasi pembakaran melalui fragmen-fragmen polimer yang terbentuk dalam bentuk gas. Fragmen-fragmen gas yang dapat terbakar yang terbentuk bercampur


dengan udara ambien yang mengandung oksigen yang juga menerima panas dan tersulut menghasilkan nyala api. Dalam proses pirolisis polimer, fragmen-fragmen gas yang tidak terbakar, produk


cairan dan padatan yang mengarang juga terbentuk [19]. Skema penyebaran nyala api selama proses pembakaran polimer dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.6 Skema penyebaran nyala


api selama proses pembakaran polimer [18] _2.4.1 MEKANISME INHIBISI FLAME RETARDANT _ Secara umum mekanisme hambatan penyalaan api, atau penyebaran api dan _bahkan penekanan proses


pembakaran oleh bahan anti bakar/flame retardant dapat _ melalui 3 cara yaitu [19]: 1. Secara Reaksi Kimiawi (mekanisme yang lebih effektif) a. Inhibisi pada fasa gas: Inhibisi pembentukan


gas fragmen radikal pada dekomposisi polimer oleh bahan anti bakar, sehingga gas fragmen radikal aktif yang mengikat oksigen dan atau radikal hidroksil yang mempengaruhi proses penyulutan


akan berkurang. Dengan demikian suplai gas yang mudah terbakar dan umpan balik pemanasan dapat berkurang. Mekanisme ini lazim terjadi pada bahan anti bakar terhalogenasi. Selain itu inhibisi


pada fasa gas dapat (50) terjadi dengan pengenceran konsentrasi oksigen di udara ambien dengan pelepasan gas-gas yang tidak terbakar. b. _Inhibisi pada fasa padat: Inhibisi dengan


pembentukan lapisan arang/char pada _ permukaan bahan bakar sehingga bahan bakar terlindungi dari oksigen yang ada pada udara ambien serta memberikan hambatan terhadap transfer panas yang


dikeluarkan oleh sumber panas. Selain pembentukan lapisan arang, mekanisme ini sering bersamaan dengan pelepasan gas (NH3 dan atau CO2) _dan atau pembusaan secara terus menerus sehingga


terbentuk lapisan berpori. _ Mekanisme inhibisi ini lazim pada bahan anti bakar yang mengandung fosfor, melamin dan senyawa yang bergugus alkohol yang banyak. 2. Secara Fisika (mekanisme


yang kurang efektif) a. Proses pendinginan: Proses penyerapan energi (endotermis) yang dipicu oleh pelepasan air oleh additif dan atau kimiawi bahan anti bakar sehingga temperatur bahan


bakar/polimer berada di bawah temperatur yang dibutuhkan untuk melakukan proses pembakaran. Kemudian selanjutnya proses pembakaran akan terinhibisi. b. _Pemberian lapisan pelindung


(coating): Bahan bakar/polimer diberi lapisan _ padat atau gas yang akan melindungi permukaan bahan bakar/polimer dari paparan panas dan oksigen yang dibutuhkan untuk proses pembakaran. c.


Pengenceran: Penambahan senyawa inert (sebagai bahan pengisi) dan additif yang akan mengeluarkan senyawa gas tidak terbakar sehingga akan mengencerkan bahan bakar/polimer baik dalam fasa


padat maupun dalam fasa gas serta pengenceran oksigen pada udara ambien. 3. Kombinasi secara fisika dan kimia yang bersinergi Terlihat bahwa keseluruhan mekanisme inhibisi tersebut


menghambat pada tahapan-tahapan proses dan atau pada beberapa tahapan proses sekaligus seperti _pada saat proses transfer panas/pemanasan, dekomposisi, saat penyulutan/ignition _ (51) _2.4.2


JENIS FLAME RETARDANT _ Penurunan sifat flamabilitas dari polimer dapat melalui penambahan senyawa _tahan api (flame retardant). Flame retardant yang biasa digunakan adalah hidroksida _


_logam, senyawa posporus, senyawa yang mengandung halogen dan clay [18]. _ 1. Metal Hydroxides Filler anorganik menghambat pembakaran polimer dengan membuang panas dari polimer dan


mengurangi suhu api. Contohnya adalah aluminium oksida hidrat, Al2O3.3H2O dan magnesium hidroksida, Mg(OH)2. Senyawa ini di dalam nyala api akan mengalami dekomposisi secara endotermik


(menyerap panas), dan melepaskan sejumlah besar uap air ke permukaan polimer. Air akan melarutkan gas yang mudah terbakar. Salah satu kelemahan dari bahan-bahan tersebut adalah bahwa kadar


yang tinggi diperlukan untuk mendapatkan sistem tahan api yang baik. Akibatnya sifat mekanik polimer akan menurun. 2. Phosphorus-containing Fire Retardants _Banyak retardants api tipe ini


yang dikonversi menjadi asam fosfat, yang _ akan mengeringkan polimer yang berada dalam kondisi terbakar dan membentuk _char. Sebagai contoh fosfor oxynitride dan phospham pada 10-20% wt


yang _ ditambahkan ke poli (butylene terephthalate) memberikan peningkatan indeks oksigen dari 22 menjadi 29. Oxynitride fosfor juga ditemukan sebagai pembentuk char. Pembentukan char


mempengaruhi sifat tahan api bahan polimer karena bertindak sebagai penghalang yang akan memperlambat transfer panas, mencegah masuknya oksigen ke dalam polimer dan juga mencegah degradasi


polimer. Senyawa yang meningkatkan pembentukan char, seperti oxynitride fosfor dan phospham, atau alkohol polifungsional, tepung dan turunan glukosa, telah menunjukkan sifat tahan _api pada


komposit polimer. Dalam beberapa kasus, fire retardant yang mengandung _ fosfor dapat berfungsi pada fase uap dengan menghasilkan radikal yang dapat memadamkan api. (52) 3. Halogenated Fire


Retardants Untuk memahami mekanisme pemadaman api oleh senyawa terhalogenasi, _maka harus diketahui dua reaksi berikut yang terjadi ketika polimer dengan fire _ _retardant dibakar: _ 1. RX →


R' + X" dimana X adalah Cl atau Br 2. X' + RH → R' + HX _Pada dua reaksi di atas, RX adalah halogenated fire retardant dan RH adalah _ _polymer. Dalam kondisi terbakar,


halogenated fire retardant akan menghasilkan _ radikal halogen dan halogen akan bereaksi dengan polimer untuk membentuk radikal baru dan HX. HX akan memadamkan api dengan bereaksi dengan


hidroksil atau hidrogen yang dihasilkan selama dekomposisi polimer. Walaupun material ini dapat _memberikan fire retardant yang baik pada loading rendah. _ 2.5 PENGUJIAN / KARAKTERISASI


KOMPOSIT _2.5.1 FLAMMABILITAS _ Flamabilitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan bakar terhadap material non metalik, terutama dalam merespon panas dan api dibawah


kontrol. Respon terhadap panas dan api bahan tergantung pada ukuran dan bentuk material. Klasifikasi flamabilitas yang dibutuhkan material tergantung dari peralatan pengujian dan kegunaan


material itu sendiri. Kemampuan material ditentukan dengan beberapa metode, salah satu nya yang digunakan pada penelitian _kali ini adalah vertical burning test kelas V-0, V-1 dan V-2 [20].


_ _Vertical burning test sendiri merupakan salah satu uji flammabilitas dari _ material yang digunakan oleh badan standar Under Laboratories (UL) yang lebih dikenal dengan UL-94. Grade untuk


material didasarkan pada jenis material dan _metode yang digunakan. Pada material dengan metode vertical burning test ini akan _ menghasilkan kelas V-0, V-1 dan V-2. Aplikasi dari kelas


tersebut, terutama V-2 diharapkan mampu meminimalkan potensi kebakaran yang terjadi pada material _melalui mekanisme-mekanisme flame retardant itu sendiri. Kelas ini sering dijumpai _ pada


insulator listrik dan sejenisnya [20]. (53) Tabel 2.3 Standart Flammabilitas Pembakaran Vertikal UL-94 KAPAS TERBAKAR WAKTU TERBAKAR KE-2 (S) TOTAL WAKTU TERBAKAR KE-1 DAN KE-2 (S) WAKTU


TERBAKAR KE-1 ATAU KE-2 (S) GRADE Yes > 60 > 250 > 30 Non Grade < 60 < 250 < 30 94 V-2 No 30 - 60 < 250 < 30 94 V-1 < 30 50 - 250 < 30 94 V-1 < 50 10 - 30 94


V-1 < 10 94 V-0 _2.5.2 KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) _ Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan


polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan _pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan _


membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang


diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [21]. _2.5.3 KEKUATAN


BENTUR (IMPACT STRENGTH) _ Kekuatan bentur adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketahanan bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi (hantaman). Kekuatan impak suatu bahan polimer


dapat diukur dengan menggunakan alat impact test. Untuk kekuatan _impak, bahan dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu bahan yang rapuh (brittle) dan _ _ductile. Kegagalan pada bahan yang


rapuh dapat terjadi pada energi _yang rendah _dimana keretakan bermula dan berlanjut sebelum terjadinya yelding. Ciri-ciri yang _ ditunjukkan biasanya bagian yang putus/patah menunjukkan


permukaan yang halus dan _kaku. Untuk bahan ductile, akan terbentuk yelding dimana akan tampak stress whitening _ pada daerah yang putus. Pengujian impak biasanya dilakukan dengan metode


Charphy atau Izod [22]. (54) _2.5.4 FOURIER TRANSFORM INFRARED SPECTROSCOPE (FTIR) _ Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional


yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara


kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material


analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah


bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [23]. _2.5.5 LOST ON IGNITION (LOI) _ _Loss on Ignition (LOI) adalah pengukuran yang dilakukan untuk menghitung _ kehilangan


massa dari residu pembakaran dalam spesimen tes ketika dipanaskan di bawah kondisi yang terkendali dari suhu, waktu, dan massa spesimen. LOI dapat ditentukan dengan mengukur kehilangan


massa, dimana kehilangan massa setara dengan nilai penguapan dan abu spesimen tes yang ditentukan [24]. 2.5.6 KADAR ABU Kadar abu adalah pengukuran yang dilakukan untuk menghitung kehilangan


massa dari suatu bahan dalam spesimen tes ketika dipanaskan di bawah kondisi yang terkendali dari suhu, waktu, dan massa spesimen. Kadar abu merupakan massa dari bahan yang didasarkan atas


berat keringnya, dimana akan menyisakan abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Kadar abu dapat ditentukan dengan mengukur kehilangan


massa, dimana kehilangan massa setara dengan nilai penguapan dan abu spesimen tes yang ditentukan [25]. (55) 2.5.7 DENSITAS Pengujian densitas merupakan pengujian sifat fisis terhadap


komposit yang dihasilkan. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kerapatan massa dari komposit yang diuji [26]. 2.6 APLIKASI DAN KEGUNAAN PRODUK KOMPOSIT Kelapa sawit adalah salah


satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Biomassa


sektor pertanian dalam jumlah berlimpah salah satunya adalah abu pembakaran biomassa kelapa sawit, yang mana dapat diperoleh tanpa biaya, diperbaharui dan mempunyai performa yang bagus pada


kondisi panas yang tinggi. Pemanfaatan abu pembakaran biomassa kelapa sawit sebagai pengisi dalam pembuatan komposit polimer mempunyai nilai yang signifikan untuk memotong konsumsi dari


matriks dan bahan pengisi dari material komposit [2]. Industri komposit sekarang ini telah mengembangkan produknya untuk tahan terhadap pembakaran pada jenis-jenis produk tertentu sesuai


dengan kebutuhan dan aplikasi dari komposit itu sendiri. Melalui standar (UL-94) diperlukan grade tertentu agar komposit tersebut layak diaplikasikan menjadi produk. Melalui penambahan


_senyawa-senyawa yang bersifat flame retardant komposit dapat diaplikasikan _ langsung pada produk yang memungkinkan terjadinya kebakaran atau pemicu _kebakaran, seperti insulator pada kabel


listrik, sparepart mobil, dll [18]. _ _Melihat prospek kedepannya, dimana komposit diharapkan dapat bersifat flame _ _retardant maka dari itu perlu dikembangkan untuk memperoleh bahan atau


material _ _yang mempunyai sifat flame retardant. Pada komposit polipropilena berpengisi abu _ pembakaran biomassa kelapa sawit dihasilkan grade V-2 pada uji bakar atau flammabilitas. Dimana


abu pembakaran kelapa sawit sendiri diketahui tahan terhadap panas dengan adanya kandungan silika yang tinggi [18]. _Pengembangan material komposit plastik berbasis flame retardant juga


telah _ banyak diaplikasikan pada negara-negara maju, dengan tingkat pengawasan standar, mutu dan grade yang tinggi. Salah satu contoh penggunaan komposit polipropilena (56) _berbasis flame


retardant dijumpai pada industri kabel dan sparepart automotif, _ seperti gambar dibawah ini [18]. Gambar 2.7 Penggunaan komposit polipropilena dalam kabel berbasis _flame retardant [27] _


Gambar 2.8 Penggunaan Komposit Polipropilena di Industri Automotif [28] Dalam penelitian ini, produk berupa komposit berpengisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit dapat digunakan dan


dijumpai sebagai bahan baku untuk _berbagai macam aplikasi industri, terutama produk yang berbasis flame retardant, _ salah satunya pada industri kabel dan automotif seperti yang ditunjukkan


gambar di (57) atas. Produk jenis ini diperkirakan akan banyak digunakan melihat pasar yang ada sekarang ini, dimana untuk automotif tingkat kecelakaan di jalan yang semakin meningkat dan


kemungkinan terbakarnya atau cepatnya api merambat ke bagian dalam mobil akan membahayakan keselamatan pengendara. Sedangkan pada kabel dan sejenisnya tingkat korslet listrik atau hubungan


arus pendek yang terjadi di dalam rumah dapat menyebabkan percikan api dan selanjutnya akan menjalar ke area sekitar, dimana akan sangat membahayakan manusia yang berada di dalam nya. _Untuk


itu diperlukan adanya material sebagai bahan pengisi yang bersifat flame _ _retardant yang dapat menghambat dan atau memperlambat laju penyebaran api [18]. _ Untuk pemakaian di bidang


automotif, komposit polipropilena merupakan jenis resin termoplastik yang unggul bila dibandingkan dengan jenis resin termoplastik lainnya dalam biaya pemrosesan. Matriks dari kelas


termoplastik memiliki kefleksibilitas rancangan dan kemudahan pencetakan bagian kompleks [29]. Sifat inilah yang membuat mayoritas pabrikan mobil menggunakan matriks termoplastik teutama


polipropilena bila dibandingkan dengan matriks termoset. Saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia sedang menargetkan industri oleokimia Indonesia menjadi produsen nomor


satu di dunia pada 2020. Hal ini didukung dengan kinerja industri oleokimia nasional dari tahun ke tahun menunjukkan tren yang menggembirakan, sebagai keuntungan atas tarikan pasar dan


dukungan kebijakan pemerintah. Industri oleokimia berperan dalam mengolah minyak sawit menjadi produk kimia. Hal ini juga akan berdampak pada kenaikan limbah yang dihasilkan, dalam hal ini


abu pembakaran biomassa kelapa sawit. 2.7 ANALISA BIAYA Dalam penelitian ini, dilakukan suatu analisa biaya terhadap pembuatan komposit polipropilena berpengisi abu pembakaran biomassa


kelapa sawit. Rincian biaya diberikan dalam Tabel 2.4 berikut. (58) Tabel 2.4 Rincian biaya pembuatan Komposit PP berpengisi POFA NO BAHAN DAN PERALATAN JUMLAH HARGA (RP) TOTAL (RP) 1


Polipropilena (Cosmoplene AZ564G) 10 kg Rp 30.000,-/kg 300.000,- 2 Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit 1 karung (30 kg) Rp 30.000,-/karung 30.000,- 3 Magnesium Stearat (Mg(C18H35O2)2) 1 kg


Rp 300.000,-/kg 300.000,- 4 Natrium Hidroksida (NaOH) 1 kg Rp 250.000,-/kg 250.000,- 5 Sewa Alat Ekstruder 1 kali Rp 300.000,- 300.000,- 5 Sewa Injection Molding 1 kali Rp 300.000,-


300.000,- TOTAL 1.480.000,- Dari rincian biaya yang telah dilakukan diatas maka total biaya yang diperlukan untuk membuat komposit Komposit PP berpengisi POFA yaitu sebesar Rp 1.480.000,-.


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari 1 kg abu pembakaran biomassa kelapa sawit yang diolah pada perlakuan awal menggunakan larutan natrium hidroksida dihasilkan sebesar 900 g.


Untuk pembuatan 1 kg komposit, abu pembakaran biomassa kelapa sawit yaitu 20 %, diperlukan 800 g polipropilen dan 200 g abu. Dengan menggunakan ekstruder, komposit yang dapat dihasilkan


sebanyak 10 kg untuk sekali penginjeksian, kemudian diperkirakan untuk 1 kg komposit memerlukan biaya pemrosesan sebesar Rp. 30.000,-. Dari segi nilai keuntungan kasar, selisih harga bahan


baku, biaya pemrosesan dan produk komposit dapat dihitung yaitu : Harga polipropilena = 0,8 kg x Rp 30.000/kg = Rp 24.000,- Harga POFA = 0,2 kg x Rp 1.000/kg = Rp 200,- Harga magnesium


stearat = 0,0015 kg x Rp 300.000/kg = Rp 450,- Total biaya yang diperkirakan untuk membuat 1 kg pelet komposit yang _berbasis flame retardant yaitu sebesar Rp 54.650,-. Harga produk komposit


yang _ _berbasis flame retardant komersil di pasaran memiliki rentang harga 50.000,- s/d _ 70.000,- per kg pelet plastik [30]. Berdasarkan standar yang ditetapkan UL-94 syarat _pelet


komposit berbasis flame retardant layak untuk dipakai atau diaplikasikan _ menjadi suatu produk apabila memiliki grade antara UL-94 V-2 s/d UL-94 V-0 [18] dan pada produk ini telah memiliki


nilai UL-94 V-2. Dengan memperhitungan harga (59) produksi dan bahan-bahan pendukung lainnya maka diperkirakan produk komposit ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan


produk lainnya yang _sejenis, tetapi produk masih perlu ditingkatkan sifat flame retardancy nya sehingga _ lebih memenuhi dari standar yang ada. Sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah


(CPO) di dunia, Indonesia berpeluang menjadi basis industri oleokimia dunia. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengubah pola pikir untuk mengandalkan limbah abu pembakaran biomassa kelapa


sawit untuk diolah dan bernilai tambah tinggi. Berdasarkan kajian ekonomi dan aplikasi produk yang telah dipaparkan, produksi komposit polipropilena dari abu pembakaran biomassa kelapa sawit


memiliki potensi untuk dikembangkan dalam skala industri yang lebih besar. (60) BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang


perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Kondisi yang semacam _itu sebenarnya banyak


sekali manfaat yang dapat diperoleh untuk menciptakan palm _ _oil sebagai industri yang zero wastes [1], dimana limbah menjadi pusat perhatian _ dunia dalam peningkatan perlindungan terhadap


alam, melalui pengembangan secara intensif penggunaan limbah biomassa. Biomassa sektor pertanian dalam jumlah berlimpah salah satunya adalah abu pembakaran biomassa kelapa sawit, yang mana


dapat diperoleh tanpa biaya, diperbaharui dan mempunyai performa yang bagus pada kondisi panas yang tinggi. Pemanfaatan abu pembakaran biomassa kelapa sawit sebagai pengisi dalam pembuatan


komposit polimer mempunyai nilai yang signifikan untuk memotong konsumsi dari matriks dan bahan pengisi dari material komposit [2]. Pada pembuatan minyak kelapa sawit, minyak dari buah


kelapa sawit segar diekstraksi, sisa padatan dari produk dalam bentuk cangkang, serat dan tandan kosong (lebih dari 70 % dari buah kelapa sawit segar) dikeluarkan dari proses. Limbah ini


digunakan kembali di industri yang sama sebagai bahan bakar boiler _untuk menghasilkan steam untuk membangkitkan tenaga listrik dan menjalankan _ operasi internal, dan akan menyisakan abu


sisa sebesar 5 %, yang dikenal dengan abu _pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash (POFA). Oleh karena _ kekurangan nutrisi yang dibutuhkan sebagai pupuk, POFA dibuang ke


tanah kosong disekeliling pabrik minyak kelapa sawit, dan menyebabkan masalah lingkungan dan resiko kesehatan. Oleh karena itu ditemukan solusi dalam beberapa studi untuk _menggunakan POFA


sebagai bahan pengisi material [3] _ Pengembangan teknologi selama beberapa tahun terakhir telah membawa ke penggunaan polimer sintetis. Hal ini dikarenakan bahan polimer memiliki sifat


ringan, murah, tahan korosi, dan temperatur pemrosesannya yang relatif rendah bila (61) dibandingkan dengan bahan logam ataupun bahan keramik [1]. Pada umumnya bahan polimer ini dicampurkan


dengan bahan lain untuk memperoleh sifat yang lebih baik, yang dikenal sebagai bahan komposit. Komposit yang dihasilkan bukan saja mempunyai sifat mekanik yang lebih baik, tetapi juga sifat


kimia, sifat termal, dan berbagai sifat lainnya. Beberapa jenis komposit, sebagai contoh komposit logam, keramik, semen, dan komposit polimer yang diperkuat dengan berbagai serat. Komposit


yang dihasilkan juga bergantung pada bahan matriks yang digunakan, yaitu berdasarkan logam, bahan organik, dan bukan organik. Setiap komposit ini berbeda dari segi sifat masing-masing karena


bergantung pada jenis pengisi atau bahan penguat yang digunakan [4]. Komposit polimer komersil selama ini telah banyak menggunakan bahan polimer termoplastik. Dimana polipropilena merupakan


salah satu yang paling _banyak digunakan karena memiliki sifat renewable, ekonomis dan memiliki _ kekakuan yang cukup baik. Polipropilena juga memiliki ketahanan termal yang cukup baik,


mempunyai titik lebur sekitar 160 oC dan mempunyai rasio lelehan yang cukup tinggi sehingga memudahkan proses produksi pencetakan [4]. Penelitian-penelitian yang terkait dalam pemanfaatan


limbah abu pembakaran _biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash (POFA) dalam komposit diantaranya _ yaitu Ibrahim, dkk, [2] melakukan analisa sifat mekanik dan panas dari komposit


poliester dari abu pembakaran biomassa kelapa sawit. Radzi, dkk, [5] melakukan pembuatan dan analisa sifat mekanik dari komposit abu pembakaran biomassa kelapa sawit dengan campuran resin


phenolic. Altwair, dkk, [3], Awal dan Warid, [6], Awal dan Siew, [7] dan Ahmad, dkk, [8] melakukan analisa sifat mekanik dan panas dari abu pembakaran biomassa kelapa sawit dalam campuran


semen. Dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan diketahui bahwa POFA mampu neningkatkan ketahanan termal atau panas, baik pada komposit maupun campuran semen. _Mengingat bahwa limbah


abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm _ _oil fuel ash (POFA) ini adalah limbah biomassa berharga murah, dan mempunyai _ _jumlah yang berlimpah serta bersifat dapat dibaharui atau


renewable, dengan _ kandungan utama adalah Silicon Dioxide (SiO2), Aluminum Oxide (Al2O3), (62) Magnesium Oxide (MgO), Ferric Oxide (Fe2O3), Calcium Oxide (CaO), Potassium Oxide (K2O) [3],


yang diperkirakan potensial sebagai flame retardant maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi pada polimer termoplastik dan ditingkatkan fungsinya. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Dalam penelitian


ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaruh _perbandingan komposisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel _ _ash (POFA) terhadap sifat-sifat dan karakteristik


pada komposit polipropilena yang _ dihasilkan. 1.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi pengisi terbaik abu _pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil


fuel ash (POFA) terhadap sifat-sifat _ dan karakteristik pada komposit polipropilena yang dihasilkan. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat : 1. Salah satu alternatif untuk


mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan _limbah padat abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash _ (POFA) yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit. 2. Memberikan


informasi terutama dalam bidang penelitian komposit tentang _pengaruh komposisi abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel _ _ash (POFA) sebagai bahan pengisi komposit


polipropilena sehingga dapat _ diketahui komposisi pengisi yang terbaik. 3. Sebagai informasi tambahan bagi dunia industri tentang pemanfaatan limbah abu _pembakaran biomassa kelapa sawit


atau palm oil fuel ash (POFA). _ 1.5 RUANG LINGKUP Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan


dan Laboratorium PT. Nippisun 2, Bekasi. Adapun bahan baku utama yang digunakan adalah resin plastik polipropilena sebagai matriks dan limbah abu pembakaran biomassa kelapa sawit yang


diperoleh dari industri kelapa sawit lokal sebagai (63) pengisi. Variabel yang digunakan adalah perbandingan komposisi matriks polipropilena dengan pengisi abu pembakaran biomassa kelapa


sawit adalah 100:0; 90:10; 85:15 dan 80:20. Pencampuran dilakukan di dalam ekstruder pada suhu 170o_C. Pencetakan spesimen dilakukan dengan menggunakan metode injection _ _molding. _


Pengujian yang dilakukan pada komposit polipropilen tersebut adalah: 1. _Fourier Transform Infrared Spectroscope (FTIR) _ 2. _Flammability (UL94) _ 3. _Lost on Ignition (LOI) dengan ASTM D


7348 _ 4. _Uji tarik (tensile) dan elongation at break dengan ASTM D 638, _ 5. _Izod impact dengan ASTM D 256 _ 6. Densitas 7. Kadar Abu (64) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk


menentukan komposisi pengisi terbaik abu pembakaran biomassa kelapa sawit atau palm oil fuel ash (POFA) terhadap sifat-sifat dan karakteristik pada komposit polipropilena (PP) yang


dihasilkan. Metodologi penelitian meliputi, penyiapan bahan baku, pencampuran menggunakan proses _ekstrusi dan spesimen dicetak menggunakan injection molding. Variabel yang _ digunakan


adalah perbandingan berat PP dengan POFA yaitu 90:10; 85:15; 80:20. _Pengujian yang dilakukan terhadap komposit adalah Fourier Transform Infrared _ _Spectroscope (FTIR), flammabilitas, Lost


on Ignition (LOI), kekuatan tarik (tensile _ _strength), pemanjangan pada saat putus (elongation at break), kekuatan bentur _ _(impact strength), densitas, dan kadar abu. Dari hasil


karakterisasi FTIR diketahui _ tidak adanya reaksi yang terjadi antara matriks dan bahan pengisi. Pada uji flammabilitas komposit rasio 80:20 memperoleh grade V-2. Hasil pengujian


sifat-sifat mekanik komposit menunjukkan bahwa pengisi belum mampu meningkatkan kekuatan mekanik komposit PP-POFA dari polipropilena murni. Sifat mekanik maksimum komposit diperoleh pada


rasio PP:POFA 90:10; dimana untuk kekuatan tarik diperoleh sebesar 17,945 MPa, sifat pemanjangan pada saat putus sebesar 53,553 % dan kekuatan bentur sebesar 112,1 J/m2. (1) xiii Gambar L2.5


Spesimen Uji 53 Gambar L2.6 Mesin Uji Tarik 53 Gambar L2.7 Mesin Uji Bentur 54 Gambar L2.8 Densimeter 54 Gambar L2.9 Furnace 55 Gambar L2.10 Desikator 55 Gambar L3.1 Data Uji Tarik


Polipropilena 56 Gambar L3.2 Data Uji Tarik Komposit PP-POFA 90/10 57 Gambar L3.3 Data Uji Tarik Komposit PP-POFA 85/15 58 Gambar L3.4 Data Uji Tarik Komposit PP-POFA 80/20 59 Gambar L3.5


Data Uji Bakar Polipropilena 60 Gambar L3.6 Data Uji Bakar Komposit PP-POFA 90/10 60 Gambar L3.7 Data Uji Bakar Komposit PP-POFA 85/15 61 Gambar L3.8 Data Uji Bakar Komposit PP-POFA 80/20 61


Gambar L3.9 Hasil FTIR Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit (POFA) 62 Gambar L3.10 Hasil FTIR Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit (POFA) Murni 62 Gambar L3.11 Hasil FTIR Polipropilena 63


Gambar L3.12 Hasil FTIR Komposit PP-POFA 63 (2) DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit 6 Tabel 2.2 Kandungan Senyawa kimia pada POFA 6 Tabel 2.3


Standart Flammabilitas Pembakaran Vertikal UL-94 18 Tabel 2.4 Rincian biaya pembuatan Komposit PP berpengisi POFA 23 _Tabel 3.1 Flowchart Pembentukan Komposit Polimer PP dan POFA _ 27 _Tabel


3.2 Vertical burning test _ 28 _Tabel 3.3 Sketsa Spesimen Uji Tarik _ 29 _Tabel 3.4 Ukuran Dimensi Spesimen Metoda Izod _ 30 _Tabel 3.5 Flowchart Pembentukan Komposit Polimer PP dan POFA _


27 _TABEL 4.1 PHYSICAL PROPERTIES KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI ABU _ pembakaran biomassa kelapa sawit 35 TABEL 4.2 FLAMMABALITAS KOMPOSIT POLIPROPILENA BERPENGISI ABU PEMBAKARAN


biomassa kelapa sawit 36 _Tabel 4.3 Standart Flammabilitas Pembakaran Vertikal UL-94 _ 37 Tabel 4.4 Komposisi Mg(OH)2_ Vs Rating UL-94 _ 37 _Tabel L1.1 Data Hasil Lost on Ignition (LOI) POFA


_ 49 _Tabel L1.2 Data Hasil Kadar Abu Komposit Polipropilena _ 49 Tabel L1.3 Data Hasil Densitas Komposit Polipropilena 49 Tabel L1.4 Data Hasil Flammabalitas Komposit Polipropilena 49


TABEL L1.5 DATA HASIL KEKUATAN TARIK KOMPOSIT POLIPROPILENA 50 TABEL L1.6 DATA HASIL PEMANJANGAN PADA SAAT PUTUS KOMPOSIT POLIPROPILENA 50 TABEL L1.7 DATA HASIL KEKUATAN BENTUR KOMPOSIT


POLIPROPILENA 50 (3) xv DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 DATA PERCOBAAN 49 _L1.1 Data Hasil Lost on Ignition (LOI) POFA _ 49 L1.2 Data Hasil Kadar Abu Komposit Polipropilena 49 L1.3 Data Hasil


Densitas Komposit Polipropilena 49 L1.4 Data Hasil Flammabalitas Komposit Polipropilena 49 L1.5 Data Hasil Kekuatan Tarik Komposit Polipropilena 50 L1.6 Data Hasil Pemanjangan pada Saat


Putus Komposit Polipropilena 50 L1.7 Data Hasil Kekuatan Bentur Komposit Polipropilena 50 LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI PENELITIAN 51 L2.1 Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit 51 L2.2 Komposit


PP-POFA 51 L2.3 Mesin Ekstruder 52 L2.4 Mesin Injection Molding 52 L2.5 Spesimen Uji 53 L2.6 Mesin Uji Tarik 53 L2.7 Mesin Uji Bentur 54 L2.8 Densimeter 54 L2.9 Furnace 55 L2.10 Desikator 55


LAMPIRAN 3 HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN 56 L3.1 Data Uji Tarik Polipropilena 56 L3.2 Data Uji Tarik Komposit PP-POFA 90/10 57 L3.3 Data Uji Tarik Komposit PP-POFA 85/15 58


L3.4 Data Uji Tarik Komposit PP-POFA 80/20 59 L3.5 Data Uji Bakar Polipropilena 60 L3.6 Data Uji Bakar Komposit PP-POFA 90/10 60 L3.7 Data Uji Bakar Komposit PP-POFA 85/15 61 (4) L3.8 Data


Uji Bakar Komposit PP-POFA 80/20 61 L3.9 Hasil FTIR Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit (POFA) Treatment 62 L3.10 Hasil FTIR Abu Pembakaran Biomassa Kelapa Sawit (POFA) Murni 62 L3.11 Hasil


FTIR Polipropilena 63 (5) xvii DAFTAR SINGKATAN PP _Polipropilena _ POFA _Palm Oil Fuel Ash _ CPO _Crude Palm Oil _ ASTM _American Standard Testing and Material _ ISO _International


Standard Organization _ FTIR _Fourier Transfrom Infra-Red _ LOI _Lost on Ignition _ UL _Under Laboratories _ (6) DAFTAR SIMBOL SIMBOL KETERANGAN DIMENSI t Kekuatan tarik MPa Fmaks Beban


maksimum Kgf A0 Luas Penampang mula – mula m2 ɛ Pemanjangan spesimen % l Panjang spesimen akhir m l0 Panjang spesimen awal m F Waktu terbakar s