Psi: pemerkosaan mantan sekretaris bpjs tk jadi puncak gunung es

Psi: pemerkosaan mantan sekretaris bpjs tk jadi puncak gunung es

Play all audios:

Loading...

JAKARTA, IDN TIMES - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) angkat bicara terkait kasus pemerkosaan yang menimpa A, mantan sekretaris anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Juru bicara PSI


Bidang Perempuan, Dara Adinda mengatakan kasus A merupakan puncak gunung es dari bobroknya sistem hukum yang menyangkut perempuan di Indonesia. "Isu ini adalah isu bersama dan bukti


molornya pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Komisi VIII DPR," kata Dara dalam konferensi pers di Kantor PSI, Jakarta, Selasa (8/1). 1. RUU PKS


MENDESAK DISAHKAN Instagram/@daranasution1 Menurut Dara, RUU PKS mendesak disahkan agar kasus-kasus pemerkosaan seperti yang dialami A bisa tertangani dengan baik. Seperti diketahui, kasus


tersebut bermula dari 2016. Selama kurun dua tahun hingga 2018, A mengaku diperkosa oleh atasannya, SA, oknum Dewas BPJS TK. "Sudah 2 tahun RUU PKS ini mangkrak. Kita harap diskusi ini


bisa menjadi wacana untuk mendesak pengesahaan RUU PKS. Isu ini milik kita semua," kata Dara. 2. PSI MENDORONG PENGESAHAN RUU PKS SEBELUM PEMILU 2019 Instagram/@daranasution1 Dara


mengatakan, PSI telah menyoroti urgensi RUU PKS, tepatnya ketika A secara terbuka menyatakan dirinya telah menjadi korban pemerkosaan kepada publik. Berkaca pada kasus tersebut, kata Dara,


para anggota parlemen seyogianya segera membahas RUU yang mangkrak tersebut. "Kami mendorong DPR untuk segera mengesahkan RUU ini. Kami berikan deadline sebelum pemilu sudah harus


disahkan. Kalau gak, patut dipertanyakan," ujarnya. _BACA JUGA: KORBAN PEMERKOSAAN OKNUM DI BPJS TK DAPAT ANCAMAN PEMBUNUHAN_ 3. KEKERASAN SEKSUAL TAK DIKENALI KUHP Lanjutkan membaca


artikel di bawah EDITOR’S PICKS IDN Times/Indiana Malia Sebelumnya, Komisioner Komnas Perempuan Azriana R. Manalu mengatakan, korban kekerasan seksual setiap hari terus berjatuhan.


Sementara, pembahasan perlindungan hukum bagi korban dirasa lamban. "Jelas mengkhawatirkan karena banyak sekali kasus kekerasan seksual yang dialami masyarakat Indonesia, terutama


perempuan dan anak-anak. Kekerasan itu gak dikenali oleh KUHP sehingga tidak bisa diproses hukum secara mudah," kata Azriana. 4. BUTUH UNDANG-UNDANG KHUSUS UNTUK MELINDUNGI KORBAN


KEKERASAN SEKSUAL Pexels.com Selain itu, kata dia, proses pembuktian (kekerasan seksual) juga menyulitkan korban jika dilihat dari sisi hukum acara pidana. Oleh sebab itu, dibutuhkan


undang-undang khusus untuk bisa melindungi masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak--secara komprehensif. "Jadi (dibutuhkan) RUU yang bisa mengatur dari hulu hingga hilir untuk


memastikan kekerasan seksual bisa dihentikan," ungkapnya. 5. KASUS KEKERASAN TERUS MENINGKAT SETIAP TAHUN Pixabay.com Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan, kekerasan terhadap


perempuan terus naik setiap tahun. Tahun 2017 tercatat 348.446 kasus, melonjak jauh dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 259.150 kasus. Sebagian besar data tersebut bersumber dari kasus


atau perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR). Berdasarkan data-data yang terkumpul tersebut, jenis kekerasan terhadap perempuan


yang paling menonjol adalah kekerasan dalam rumah tangga atau ranah personal yang mencapai angka 71 persen atau 9.609 kasus. Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan 31 persen di antaranya


mengalami kekerasan seksual. Dari 31 persen itu, kasus paling tinggi adalah perkosaan inses. Dari kekerasan seksual inses, paling banyak pelakunya adalah pacar, ayah kandung, ayah tiri,


suami. Sementara, perkosaan yang dilakukan kakak kandung sebanyak 58 kasus. _BACA JUGA: BEGINI PENGAKUAN KORBAN PEMERKOSAAN OKNUM BPJS TK _