Play all audios:
Kemanusiaan telah memperdebatkan nilai dan moralitas kehidupan manusia selama berabad-abad. Sebuah argumen kontroversial, baik untuk melakukan maupun menentang aborsi, adalah salah satu sub
bagian yang menarik dari perdebatan itu. Aborsi dan kontrasepsi adalah subjek yang rumit, mengingat kalau praktik ini lebih dari pilihan moralitas. Pengetahuan tentang sejarah aborsi di
bawah ini mungkin akan menjelaskan perkembangan medis, moral, dan hukum umat manusia dan banyak kebudayaannya. Mari kita simak ketujuh fakta sejarah tentang aborsi dan kontrasepsi di bawah
ini. 1. THE ORDEAL OF BITTER WATER catawiki.com _The Ordeal of Bitter Water_ atau siksaan untuk meminum air "pahit" adalah ritual yang lekat dengan praktik aborsi. Praktik ini
hanya dibahas secara rinci dalam ayat 5: 11-31 dari Kitab Bilangan, buku keempat dalam Alkitab Ibrani. Ayat ini membahas kasus di mana seorang wanita yang dituduh berzina oleh suaminya, yang
karena kurangnya bukti, akan ditangani oleh seorang pendeta ketimbang pengadilan. Pada saat itu, para pendeta yang memiliki pengetahuan dan otoritas untuk mengelola "obat" akan
membuat sebuah ramuan khusus untuk wanita tersebut. Pendeta itu akan menyiapkan air "suci" untuk wanita yang dituduh berselingkuh, di mana mereka akan mencampur debu dari lantai ke
dalam air itu untuk menambah tingkat "kesucian"-nya. Jelas sekali kalau air ini sangat berbahaya bagi wanita yang akan meminumnya. Satu-satunya peran wanita di dalam ritual itu
hanyalah menyetujui prosedur dan sumpah kejujuran, lalu meminum ramuan yang diberikan. Dia tidak memiliki hak untuk menolak atau mengadili suaminya karena kejahatan yang sama. Aktivitas dan
persetujuan seksual wanita tersebut didikte semata-mata oleh pria yang "memilikinya," baik ayah atau suaminya. Praktik ini ditunjukkan untuk memberikan kutukan pada wanita yang
dimaksud, dan akan menyebabkan keguguran jika wanita tersebut benar-benar mengandung seorang anak dari laki-laki lain. Bahkan ada spekulasi kalau sterilisasi permanen adalah tujuan
sebenarnya dari praktik ini. Seperti yang dilansir buku_ Interpretation: A Bible Commentary for Teaching and Preaching_, jika bersalah wanita itu akan mengalami rasa sakit yang sangat amat
"pahit," rahimnya akan turun, dan janinnya akan keluar. Jika tidak bersalah, wanita itu akan kebal dari rasa sakit dan dapat mengandung anak. Dalam konteks ini, Alkitab tidak
menyebutkan jenis herbal yang dikenal sebagai abortifacient pada saat itu. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa hasilnya adalah kematian terlepas dari kesalahan yang ia lakukan, entah akibat
keracunan atau mati rasa. 2. PENGGUNAAN SILPHIUM PADA MASA YUNANI-ROMAWI KUNO allthatsinteresting.com Silphium adalah tanaman yang digunakan pada masa peradaban Romawi, Yunani, dan Mesir
Kuno. Dikarenakan penggunaannya yang berlebihan, diperkirakan kalau tanaman ini sudah punah sebelum Abad Pertengahan. Mereka memasak tangkainya untuk dijadikan makanan, bunganya untuk
dijadikan parfum, dan akar serta getahnya untuk obat. Mereka juga memakai getah silphium sebagai alat kontrasepsi. Pliny the Elder, seorang cendekiawan Romawi, menulis tentang bagaimana
silphium dimasukkan ke dalam vagina dengan wol lembut sebagai alat pencegah kehamilan. Namun seorang dokter di abad ke-2 M, Soranus, menyatakan kalau silphium dapat menggugurkan kandungan.
Walaupun demikian, bukan berarti kalau tanaman ini efektif untuk menggugurkan kandungan. Dikutip dari laman _Straightdope.com_, dulu orang Yunani menggunakan biji delima sebagai obat
kontrasepsi. Sedangkan wortel liar masih digunakan sampai hari ini sebagai alat kontrasepsi, karena dapat melemahkan lapisan rahim dengan menghambat produksi progesteron. _BACA JUGA: 5 FAKTA
DALAM SEJARAH TENGGELAMNYA KAPAL TITANIC, GAK TERDUGA LHO!_ 3. PERBURUAN BIDAN DAN PRAKTIK SIHIR DI ABAD PERTENGAHAN pinterest.com Di masa lampau, kebanyakan abortifasien diklasifikasikan
sebagai _emmenagogues_, sebuah ramuan yang dikonsumsi untuk menginduksi menstruasi. Diketahui kalau tumbuhan tersebut cenderung memiliki konsentrasi minyak atsiri yang tinggi. Meskipun
demikian, tidak semua emmenagog bisa disebut abortifasien, terutama jika ramuan herbal tersebut tidak cukup kuat untuk memicu aborsi. Selama empat ratus tahun penindasan mereka, banyak bidan
di peradaban Barat menggunakan istilah "_emmenagogues_" sebagai pengganti aborsi. Mereka melakukan ini untuk menyembunyikan status mereka sebagai bidan agar tidak dipenjara, atau
lebih buruknya dituduh sebagai penyihir. Tumbuhan herbal yang biasa digunakan oleh bidan adalah barrenwort atau epimedium, iris foetidissima, sansevieria trifasciata, trillium merah dan
banyak lagi. Laman _Marxists.org _menulis, pada masa itu para keluarga atau penduduk suatu desa biasa memperoleh saran medis dari bidan yang biasanya tidak memiliki gelar akademis. Ramuan
yang mereka buat tidaklah sempurna. Mereka juga sering kali menggunakan "sihir prediksi" untuk memutuskan kapan harus memberikan herbal kepada seorang wanita, sehingga keracunan
karena pada saat itu sangat mungkin terjadi. 4. SEKS POSITIF DALAM PERADABAN AWAL ISLAM wikipedia.org Lanjutkan membaca artikel di bawah EDITOR’S PICKS Mengingat fakta bahwa Islam adalah
agama yang sangat pro-keluarga, percaya kalau anak adalah hadiah dari Allah sendiri, tidak mengherankan jika banyak penulis Islam yang sering membahas tentang seks positif dalam
tulisan-tulisan mereka. Namun yang mengejutkan adalah prevalensi informasi tentang kontrasepsi dalam teks-teks Islam di dataran Arab. Pada saat itu, penulis Muslim dan non-Muslim di sana
sama-sama menulis metode kontrasepsi yang jumlahnya lebih banyak dari orang Kristen di dataran Eropa. Metode yang mereka tulis antara lain adalah _coitus interruptus_ dan _coitus
reservatus_. Pada masa ini, seks benar-benar dilihat sebagai tindakan antara pria dan istri, sehingga semua metode yang dilakukan hanya dianggap sebagai bagian lain dalam konteks ini. Bahkan
dokter di peradaban awal Islam menyebutkan beberapa metode dan bahan untuk menyumbat semen agar tidak memasuki uterus. Berdasarkan dokumen dari arsip _Humboldt-Universität zu Berlin_,
bahan-bahan yang digunakan untuk proses ini adalah kotoran gajah, empedu sapi, kulit delima, dan getah tamarack. Oleh sebab itu, tulisan-tulisan tentang seks positif ini banyak diterjemahkan
dan diekspor ke peradaban Barat. Meskipun metode "magis" seperti jimat dan mantra sihir juga turut disertakan, teks-teks ini masih menjadi tulisan yang paling berpengaruh dan
informatif pada masanya, terutama tentang alat kontrasepsi di zaman itu. 5. PRAKTIK ABORSI PADA MASA KEKAISARAN CINA gbtimes.com Tiongkok sangat dikenal dengan istilah "keluarga
berencana yang rasional", sebuah sistem pengendalian kelahiran yang telah dipraktikkan oleh mereka selama beberapa zaman yang berbeda. Pada masa Kekaisaran Tiongkok, sistem
"keluarga berencana" ini termasuk pengadaan alat kontrasepsi, praktik aborsi, dan bahkan sterilisasi. Beberapa sejarawan berpendapat kalau saat itu praktik aborsi hanya dilakukan
oleh perempuan "elit" untuk memblokir menstruasi. Proses ini akan memberikan seorang perempuan lebih banyak kontrol atas tubuhnya sendiri daripada perempuan lain dari status sosial
yang lebih rendah. Pada saat itu, tugas persalinan juga dibebankan ke pembantu dan selir mereka. Sejarawan mengklaim kalau aborsi yang digunakan pada saat itu sudah mudah diakses dan cukup
aman. Mereka juga menyebutkan kalau tidak semua perempuan harus menjadi "korban" dari rahim mereka sendiri dan bisa mengendalikan tingkat kesuburan mereka sendiri. Dikutip dari
jurnal _Abortion in Late Imperial China: Routine Birth Control or Crisis_ _Intervention?_, aborsi juga hanya digunakan dalam keadaan darurat, terutama jika kehamilan itu mengancam kesehatan
atau status sosial perempuan tersebut. Secara khusus, aborsi adalah cara untuk menyembunyikan perselingkuhan yang dilakukan oleh seorang perempuan. Ada juga bukti yang mengatakan kalau
beberapa perempuan pada masa Kekaisaran Tiongkok terlalu malu untuk mengunjungi dokter, sehingga memaksakan untuk melakukan aborsi sendiri. Hal ini sering mengakibatkan aborsi parsial dan
pendarahan parah karena toksisitas obat yang mereka minum. 6. KONTRASEPSI DENGAN AKAR KAPAS ALA BUDAK AMERIKA democraticunderground.com Pada tahun 1662 anggota parlemen Virginia meloloskan
"_partus sequitur ventrem_," sebuah badan legislatif yang melegalkan perbudakan terhadap anak-anak perempuan yang lahir dari seorang budak. Hukum serupa juga turut menyebar ke
seluruh Amerika Selatan sampai Lincoln menghentikan praktik perbudakan di Amerika Serikat. Perlu diketahui jika reproduksi budak memungkinkan perbudakan berkembang, karena akan menambah
jumlah budak dan membenarkan gagasan kalau "budak" adalah peran bawaan dari orang kulit hitam. Hal ini memberikan ide kepada pemilik budak untuk "membiakkan" budak, baik
dengan satu sama lain atau dengan diri mereka sendiri. Pada saat itu, serangan seksual dari majikan kepada budak perempuannya adalah hal biasa, bahkan dianjurkan. Meskipun banyak wanita
budak yang menikmati kebersamaan dengan anak-anak mereka, banyak yang tidak ingin membawa anaknya ke dunia di mana mereka akan dianiaya. Hal ini membuat angka kematian bayi dan ibu tinggi
karena kondisi kerja yang keras saat hamil dan _postpartum_. Dikutip dari buku _The American Slave: A Composite Autobiography_, biasanya para budak akan menyelundupkan akar kapas untuk
dikunyah agar tidak hamil jika hubungan seks benar-benar tidak bisa dihindari. Banyak budak wanita yang menghindari upaya pemiliknya untuk memaksakan kehamilan pada mereka, dan hanya
memilih untuk memulai keluarga setelah mereka dibebaskan. Gossypol pada akar kapas mungkin sudah cukup beracun untuk mencegah kehamilan, tetapi angka kelahiran yang tinggi menunjukkan bahwa
zat itu kurang aman untuk dikonsumsi. 7. INFANTICIDE ancient-origins.net Di banyak tempat dan periode waktu yang telah disebutkan sebelumnya, kontrol populasi tidak selalu terbatas pada
mencegah atau mengakhiri kehamilan sebelum kelahiran. Ada _infanticide _atau pembunuhan bayi yang baru lahir, yang, tentu saja, berbeda dari aborsi dan kontrasepsi dalam metode, moralitas,
dan dampaknya. Namun hal itu biasa terjadi di masyarakat pra-industri, karena kecil kemungkinannya untuk dikutuk secara moral dan hukum. _Infanticide_ adalah teknik bertahan hidup di saat
sebuah keluarga kekurangan makanan. Jika anak itu kemungkinan besar akan mati, mereka akan menganggap pembunuhan bayi sebagai bentuk belas kasihan untuk mereka. Kelainan bentuk, anak dari
hubungan haram, atau tidak terlahir sebagai jenis kelamin yang diinginkan juga menjadi faktor terbesar dalam pengambilan keputusan apakah anak itu akan hidup atau mati. Menurut _New World
Encyclopedia_, pembunuhan selektif sesuai jenis kelamin adalah hal biasa bagi wanita di Tiongkok, India, Tahiti, dan Afrika Utara, di mana tokoh-tokoh patriarki biasanya membuat keputusan
tersebut. Pengorbanan dan kecaman religius terhadap pembunuhan bayi juga dapat ditemukan di beberapa agama. Perlu diketahui juga kalau hal itu bukan semata-mata praktik primitif, karena
filsuf Yunani Kuno dan Romawi seperti Aristoteles juga merekomendasikan pembunuhan bayi untuk mengendalikan populasi. Walau begitu, teks-teks Kristen dan Yahudi sama-sama mengutuk praktik
tersebut, bahkan di hari-hari awal kehamilan seorang wanita. Di sisi lain, seorang budak wanita di masa itu terkadang membunuh bayi mereka yang baru lahir agar anak tersebut tidak dijadikan
budak oleh majikan mereka. Nah, itu tadi 7 fakta sejarah tentang aborsi dan kontrasepsi. Perlu diingatkan kembali jika pembahasan semacam ini memerlukan kebijaksanaan untuk mencernanya dan
dianjurkan untuk menggali berbagai referensi lebih dalam lagi agar tidak terjadi miskonsepsi di kemudian hari. _BACA JUGA: ISTIMEWA, INI SEJARAH DI BALIK 7 TIARA MEWAH KERAJAAN INGGRIS_ IDN
Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.