Bagaimana indonesia dapat meraup us$129 juta dari brexit

Bagaimana indonesia dapat meraup us$129 juta dari brexit

Play all audios:

Loading...

Meski hubungan diplomatik antara Indonesia dan Inggris telah berlangsung selama lebih dari 70 tahun, hubungan perdagangan di antara keduanya masih relatif kecil. Sejauh ini, ekspor ke


Inggris tak sampai 1% dari total ekspor Indonesia dan hanya 0,3% untuk ekspor ke Indonesia dari total ekspor Inggris. Tapi jika Indonesia bisa memanfaatkan momentum keluarnya Inggris dari


Uni Eropa, atau kerap disebut sebagai Brexit, ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini dapat meraih surplus perdagangan setidaknya sebesar US$123,9 juta akibat meningkatnya arus perdagangan di


antara kedua negara pasca-Brexit. Ini adalah hal yang diperlukan Indonesia mengingat tahun lalu Indonesia mencatat defisit perdagangan sebesar US$3,2 miliar. MENGAMBIL KESEMPATAN DARI BREXIT


Meski menuai kontroversi, Brexit memberi dampak ekonomi yang positif bagi Inggris yang kini dapat menegosiasikan kembali perjanjian dagang yang baru dengan negara-negara ketiga, termasuk


Indonesia. Pasca-Brexit, Inggris kemungkinan besar akan membuat perjanjian dagang baru dengan berbagai negara ketiga di luar Uni Eropa, termasuk Indonesia, di bawah skenario tanpa


kesepakatan. Dalam skenario tersebut, Inggris akan segera meninggalkan Uni Eropa tanpa perjanjian terkait proses “perceraian”. Ini berarti Inggris dapat kembali meraih kedaulatan terkait


aturan, bebas dari aturan-aturan dagang Uni Eropa yang terlewat mengekang, misalnya hukum sosial dan ketenagakerjaan Uni Eropa yang berdampak secara signifikan terhadap ekonomi Inggris – 22


dari 100 aturan Uni Eropa yang paling mahal berasal dari kategori ini dan sangat memberatkan pengusaha kecil. Tanpa beban tersebut, Inggris dapat menegosiasikan kembali perjanjian dagangnya


dengan negara-negara ketiga, termasuk Indonesia. Inggris bukanlah mitra dagang utama Indonesia. Negara ini berada di posisi ke-17 dalam daftar tujuan ekspor Indonesia. Produk ekspor


Indonesia ke Inggris terdiri atas sepatu (16,3%, kayu dan produk olahannya (9,7%), pakaian (7,7%), mesin dan perabot listrik (6,0%), mebel (5%), kertas (5%), dan produk-produk lainnya.


Sementara itu, Indonesia mengimpor secara signifikan produk berteknologi tinggi dari Inggris seperti mesin dengan proporsi sebesar 15,3% dari total impor Indonesia. Era pasca-Brexit


seharusnya menjadi landasan bagi hubungan bilateral yang lebih terbuka dan menguntungkan di antara kedua negara. Berdasarkan perhitungan saya, tidak hanya Indonesia akan mendapat keuntungan,


Inggris juga dapat meningkatkan PDB-nya sebesar US$1,2 miliar berkat perjanjian dagang dengan berbagai negara yang di antaranya termasuk Indonesia. Jika Indonesia memilih untuk tidak


membuat perjanjian dagang apa pun dengan Inggris pasca-Brexit, PDB Indonesia dapat jatuh sebesar US$26,7 juta, yang cukup kecil jika dibandingkan total PDB saat ini sebesar US$1,2 triliun.


Di kalangan negara-negara maju, memiliki perjanjian bebas dagang (FTA) dalam skala regional yang melibatkan Inggris dan negara-negara lainnya akan menyelamatkan mereka dari dampak menular


akibat meningkatnya proteksionisme. Perjanjian bebas dagang akan memberikan dampak sinyal positif yang akan menciptakan perdagangan yang lebih liberal di kawasan. _Bram Adimas Wasito


menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris._