Cek fakta: apakah cakupan infrastruktur yang rendah berpengaruh pada tingginya biaya logistik di indonesia?

Cek fakta: apakah cakupan infrastruktur yang rendah berpengaruh pada tingginya biaya logistik di indonesia?

Play all audios:

Loading...

Dalam debat pemilihan presiden (pilpres) yang diselenggarakan 30 Maret lalu, calon presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo, menyebutkan bahwa biaya logistik dan transportasi di Indonesia


sangat tinggi dibanding Malaysia dan Singapura karena tingkat pembangunan infrastruktur di Indonesia masih rendah. > Stok infrastruktur kita ini masih 37%, sangat jauh, sehingga biaya


> transportasi, biaya logistik kita menjadi sangat tinggi sekali. > Dibandingkan Singapura dan Malaysia dua setengah kali lipat. _The Conversation_ menghubungi Aichiro Suryo Prabowo,


peneliti kebijakan pembiayaan infrastruktur dari Universitas Indonesia untuk memeriksa kebenaran klaim Jokowi tersebut. ------------------------- ANALISIS Dalam debat, Jokowi menyebutkan


istilah “stok infrastruktur”. Istilah ini mengacu pada “rasio stok infrastruktur terhadap jumlah produk domestik bruto (PDB)”. Stok infrastruktur adalah nilai total investasi yang telah


dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun pihak swasta dalam membangun fasilitas umum seperti jalan, jembatan, jalur kereta, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, jaringan komunikasi, dan


jaringan air bersih dikurangi depresiasi nilainya. Nilai rasio yang besar menunjukkan tingkat ketersediaan infrastruktur yang juga tinggi relatif terhadap ukuran ekonomi sebuah negara. Dan


begitu pun sebaliknya. Banyak penelitian empiris menunjukkan hubungan yang positif antara stok infrastruktur dan pertumbuhan suatu negara. Oleh karenanya, relevan untuk mempertimbangkan


perhitungan ini dalam menentukan kebijakan pembangunan di level nasional. Besaran ideal yang dijadikan patokan global adalah 70%. Beberapa sumber data menyebutkan nilai stok infrastruktur


Indonesia berada pada angka yang berbeda-beda, tergantung waktu dan asumsi perhitungannya. Perkiraan Bank Indonesia dan Asian Development Bank (ADB) menunjukkan angka sedikit di bawah 40%


pada tahun 2012. Bank Dunia memperkirakan nilainya mencapai 38% juga untuk tahun 2012. Sedangkan lembaga penelitian internasional Lowy Institute menyajikan angka 42% pada tahun 2016.


Artinya, nilai stok infrastruktur yang disebutkan Jokowi tidak jauh berbeda dengan nilai yang diajukan sumber data-data yang ada. Pembangunan infrastruktur umumnya diyakini dapat


meningkatkan konektivitas serta mengatasi permasalahan logistik, termasuk biaya logistik. Akan tetapi, ada faktor-faktor lain yang juga tak kalah penting, seperti perbaikan tata kelola


institusi dan peningkatan kompetensi pelayanan. Dalam kasus Indonesia saat ini, tanpa uji empiris, sukar untuk membenarkan atau menyalahkan hubungan sebab-akibat yang disiratkan Jokowi bahwa


di negara ini kecilnya stok infrastruktur telah membuat biaya logistik tinggi. Biaya logistik mencakup biaya-biaya transportasi, pergudangan, dan pengelolaan persediaan. Di Indonesia,


sayangnya, biaya logistik tersebut masih tergolong mahal. Menurut Bank Dunia, biaya logistik perusahaan manufaktur di Indonesia rata-rata memakan porsi 18% dari total penjualannya. Angka ini


lebih tinggi daripada Malaysia (13%). Penelitian ADB, dengan metode analisis yang berbeda, menyebutkan perbandingan biaya logistik terhadap PDB di Indonesia adalah 25%. Ini merupakan yang


tertinggi di Asia Tenggara. Angka tersebut sama dengan penjelasan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia yang menyebutkan bahwa pada tahun 2014, rasio biaya logistik terhadap PDB di


Indonesia adalah 25,7%, atau hampir dua kali Malaysia (13%) dan lebih dari tiga kali Singapura (8,1%). Hasil terkini Logistics Performance Index (LPI) atau Indeks Kinerja Logistik mendukung


temuan-temuan di atas. Pada tahun 2018, Indonesia berada di posisi 46 dari 160 negara. LPI mempertimbangkan indikator-indikator seperti pengelolaan bea cukai, infrastruktur transportasi,


kualitas layanan logistik, kemampuan dalam melacak kiriman, serta ketepatan waktu. Meskipun telah mengalami peningkatan dari peringkat 63 pada tahun 2016, posisi Indonesia saat ini masih di


bawah negara tetangga Malaysia (41) dan Singapura (7). Singkat kata, penjelasan Jokowi mengenai lebih mahalnya biaya logistik di Indonesia daripada Malaysia dan Singapura sudah tepat.


KESIMPULAN Tanpa uji empiris, sukar untuk membenarkan atau menyalahkan hubungan sebab-akibat yang disiratkan Jokowi bahwa di Indonesia kecilnya stok infrastruktur telah membuat biaya


logistik tinggi. Namun, data yang ada menunjukkan bahwa pernyataan Jokowi tentang jumlah stok infrastruktur dan biaya logistik di Indonesia benar. - AICHIRO SURYO PRABOWO


------------------------- PENELAAHAN SEJAWAT TERTUTUP (_BLIND REVIEW_) Saya sependapat dengan kesimpulan penulis. Secara makro, rasio antara stok infrastruktur dan PDB dapat digunakan untuk


membandingkan biaya logistik Indonesia dengan negara lain. Selain itu biaya logistik juga ditentukan oleh bagaimana jaringan infrastruktur tersebut (pelabuhan, bandara, jalan termasuk jalan


rel, sistem penyimpanan, dan juga moda transportasi) dibangun dan dikelola secara optimum sehingga berkontribusi terhadap efisiensi biaya logistik. Dalam hal ini peran manajemen dan


teknologi menjadi sangat penting dalam melakukan optimalisasi jaringan infrastruktur agar menghasilkan biaya logistik yang efisien. Selain itu faktor skala ekonomi juga menentukan biaya


logistik karena hal ini akan berpengaruh terhadap harga satuan pelayanan jasa logistik. Biaya premi asuransi juga berkontribusi terhadap biaya logistik terutama jika terdapat potensi risiko


tinggi seperti masalah keamanan dan keselamatan dalam pengiriman barang. Dan terakhir yang tidak kalah penting, biaya logistik juga ditentukan oleh faktor ekonomi biaya tinggi yang mungkin


terjadi akibat berbagai pungutan tidak resmi yang terjadi selama berlangsungnya proses pengiriman barang. Praktik pungutan liar ini sering terjadi di Indonesia. - CHAIRIL ABDINI _The


Conversation mengecek kebenaran klaim dan pernyataan calon presiden menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2019. Pernyataan mereka dianalisis oleh para ahli di bidangnya. Analisis kemudian


diberikan ke ahli lainnya untuk ditelaah. Telaah dilakukan tanpa mengetahui siapa penulisnya (_blind review_)._ _Reza Pahlevi ikut berkontribusi dalam penerbitan artikel ini_