Sengkarut data beras indonesia: kenapa terjadi, apa dampaknya bagi ketahanan pangan dan solusinya

Sengkarut data beras indonesia: kenapa terjadi, apa dampaknya bagi ketahanan pangan dan solusinya

Play all audios:

Loading...

Sepanjang Oktober hingga Desember lalu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso “beradu” kata dan data terkait stok beras di


dalam negeri. Menteri Pertanian mengklaim stok beras dalam negeri surplus sekitar 6 juta ton dan dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri sampai akhir tahun. Namun, stok beras di Bulog tinggal


650 ribu ton, hanya separuh dari target 1,2 juta ton. Pemerintah akhirnya mengimpor beras 200 ribu ton akhir tahun lalu. Mengapa terjadi perbedaan data beras dan bagaimana cara mencegah


masalah data serupa berulang? SUMBER DATA SAMA TAPI BEDA HASIL HITUNGAN Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia di samping papan dan sandang. Bagi masyarakat Indonesia, beras merupakan


makanan pokok utama. Beras memiliki nilai gizi penting untuk tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin (B1, B2, B3), dan mineral (kalsium, fosfor, kalium, tembaga, besi,


seng). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi beras nasional meningkat setiap tahun terutama pada saat kondisi pandemi. Pada 2020, konsumsi beras nasional sebesar 6,45 kg per


kapita sebulan. Konsumsi beras tersebut naik pada 2021 menjadi 6,75 kg per kapita sebulan, lalu turun sedikit pada 2022 ke angka 6,66 kg. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga


ketersediaan beras dan pengelolaan stok beras nasional. Stok beras dapat dihitung menggunakan data produksi. Namun, ada perbedaan data beras antara Kementerian Pertanian yang menyatakan


produksi surplus dan Bulog yang menyatakan cadangan beras nasional menipis. Sebenarnya, data produksi beras yang digunakan dalam perhitungan Kementerian Pertanian dan Bulog sama yaitu


mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS). Perbedaan data tersebut disebabkan oleh cara perhitungan stok. Kementerian Pertanian menghitung stok beras mengacu pada data BPS yang datanya


dihitung berdasarkan survei. Produksi beras berdasarkan Kementerian Pertanian pada 2022, misalnya, sebesar 32,07 juta ton. Produksi beras tersebut naik 2,29% dibandingkan produksi beras


tahun 2021 (31,36 juta ton). Data produksi merupakan hasil perkalian antara luas panen dan produktivitas. Angka produktivitas padi diperoleh melalui survei ubinan pada plot berukuran 2,5 m x


2,5 m dalam bentuk produksi Gabah Kering Panen (GKP) yang dikonversikan menjadi Gabah Kering Giling (GKG). Ini berdasarkan angka konversi GKP ke GKG hasil Survei Konversi Gabah ke Beras.


Ada banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas padi: luas lahan, luas panen, bibit, pupuk, pestisida, air, tenaga kerja, dan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti hama tikus, wereng


coklat, hama penggerek batang, dan keong mas. Produktivitas padi terutama dipengaruhi oleh faktor perubahan iklim dan penyusutan lahan pertanian. Curah hujan berdampak signifikan terhadap


perubahan iklim di Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi produktivitas padi nasional karena dapat menyebabkan banjir atau kekeringan. Akhirnya akan berdampak pada risiko gagal panen.


Perubahan curah hujan juga mengakibatkan penurunan luas tanam, luas panen, dan hasil panen. Tahun 2021, luas panen padi 10,41 juta hektare dan total produksi padi 54,42 juta ton GKG.


Sementara pada 2020, luas panen padi 10,66 juta hektare dan total produksi padi 54,65 juta ton GKG. Luas panen dan produktivitas padi turun masing-masing sebesar 2,30% dan 0,43% pada 2021


dibandingkan 2020. Sementara Bulog menghitung stok beras mengacu pada data penggilingan beras, ketersediaan pasar, dan stabilitas harga. Perhitungan stok beras Bulog adalah padi saat


diangkut dari sawah (setelah padi digiling), sementara Kementerian Pertanian saat padi masih di sawah karena berdasarkan luas panen. Ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan dari cara


perhitungan stok di Bulog: * Penyerapan gabah petani belum optimal karena masih mengandalkan mitra-mitra Bulog. * Kualitas gabah petani yang belum memenuhi persyaratan Bulog seperti (kadar


air gabah maksimum 14%) * Harga gabah petani naik di atas ketentuan harga pembelian pemerintah (HPP), sehingga menyulitkan Bulog dalam memenuhi stok beras. Jika perbedaan data tersebut


terulang lagi, akan berdampak dalam kebijakan pemerintah dalam mengimpor beras. Parahnya, dapat berdampak pada anjloknya harga gabah di kalangan petani. Perbedaan data beras antara


Kementerian Pertanian dan Bulog akan berdampak pada ketahanan pangan nasional. Selain itu, juga dapat memicu kerawanan sosial dan membahayakan stabilitas ekonomi. AGAR TIDAK CEKCOK DATA


BERAS Solusi untuk mengatasi perbedaan data beras di antara dua lembaga tersebut bisa ditempuh sebagai berikut: _Pertama_, perbedaan data beras dapat dicegah dengan penggunaan data _real


time_. Salah satunya dengan menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau _artificial intelligence_ (AI) dalam memonitor stok dan distribusi beras nasional. Selain itu teknologi AI juga dapat


memetakan daerah yang rawan pangan. Saat ini teknologi AI dikembangkan dalam memonitor rantai pasok pangan, menentukan bahan baku yang berkualitas, pengemasan, dan memprediksi harga.


Aplikasi Radio Frequency Identification (RFID) dapat dipakai untuk mengendalikan rantai pasok beras Bulog. Teknologi ini adalah suatu metode identifikasi menggunakan perangkat label RFID


(_transponder_) yang berfungsi untuk menyimpan dan mengambil data jarak jauh. Dengan menggunakan teknologi RFID dapat mencegah kehilangan persediaan, kecepatan proses logistik, dan


meningkatkan akurasi data/informasi. _Smart warehouse_ menggunakan perangkat cerdas tertanam atau _Internet of Things_ (IoT) juga dapat menjadi solusi untuk mengendalikan rantai pasok dan


memelihara kualitas beras. _Kedua_, pemerintah harus mengintegrasikan data antar-lembaga pemerintah untuk menghitung ketersediaan beras nasional. Sinergi antar lembaga pemerintah penting


untuk dilakukan, dalam hal ini integrasi data beras. Keakuratan informasi mengenai produksi dan permintaan beras akan berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah dalam pengambilan keputusan.


_Ketiga_, diversifikasi konsumsi pangan. Walau hal ini tidak terkait langsung dengan data beras, pengembangan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras diperlukan untuk mencegah impor


beras nasional. Potensi pangan lokal lain seperti ubi kayu, jagung, dan kentang dapat dijadikan alternatif pengganti beras sebagai pangan pokok. Diversifikasi konsumsi pangan dapat


meningkatkan produksi pangan dan perbaikan gizi dalam masyarakat serta mengurangi impor beras. Untuk mencapai ketahanan pangan beras di Indonesia diperlukan kerja sama, komitmen, dan


tanggung jawab bersama antara pemerintah dan para petani. Pemerintah perlu memberi pelatihan kepada petani agar kualitas produksi beras dapat memenuhi persyaratan. Selain itu manajemen


penyimpanan beras juga diperlukan agar stok beras nasional dapat terpenuhi. Sinergi antarkelembagaan pemerintah sangat berperan dalam pengelolaan stok beras nasional. Kita perlu


mengoptimalkan peran teknologi dalam pengelolaan stok dan peningkatan produktivitas beras.