Play all audios:
_Prabowo-Gibran yang pencalonannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden memantik kontroversi akan bekerja mulai 20 Oktober 2024._ _Untuk mengawal pemerintahan mereka, kami menerbitkan edisi
khusus #PantauPrabowo yang memuat isu-isu penting hasil pemetaan kami bersama TCID Author Network. Edisi ini turut mengevaluasi 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, sekaligus menjadi bekal
Prabowo-Gibran menjalankan tugasnya._ ------------------------- Presiden Prabowo Subianto memulai pemerintahannya dengan membentuk kabinet yang gemuk. Namun, di tengah “obesitas”
kementerian, ketiadaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menimbulkan pertanyaan besar. Kemenko Kemaritiman adalah buah gagasan Jokowi agar Indonesia dapat menjadi
poros maritim dunia, dengan pucuk pimpinan untuk urusan kemaritiman berada di lembaga ini. Kementerian ini menyelaraskan serta mengambil keputusan berbagai aktivitas lintas kementerian
terkait kemaritiman. Belum jelas apakah tugas-tugas Kemenko Kemaritiman akan dilebur dalam Kementerian Kelautan Perikanan atau memang tidak ada sama sekali. Prabowo semestinya mengevaluasi
kinerja pengejawantahan pilar maritim era Jokowi belum selesai, bahkan jauh dari kata selesai. Lima pilar kebijakan maritim yakni budaya maritim, sumber daya maritim, infrastruktur dan
konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan pertahanan maritim) masih belum menemukan titik terang. Padahal aspek ini memerlukan upaya tindak lanjut dan kolaborasi mulai dari masyarakat,
pemerintah daerah, negara tetangga dan organisasi internasional. Jokowi memang mencatat pencapaian, seperti pengelolaan ruang udara antara Indonesia dan Singapura dan penambahan jumlah
armada laut. Namun, masih banyak pekerjaan rumah mengurus ekosistem dan sumber daya laut Indonesia yang tidak ia tuntaskan. JAUH PANGGANG DARI LAUT Indonesia memiliki keberagaman hayati laut
tertinggi di dunia. Sebagai salah satu Lokasi laboratorium alami terbaik di dunia, pelestarian laut merupakan salah satu pendukung poros maritim yang belum optimal. Misalnya, per 2021,
Indonesia baru melindungi 3,06% wilayah laut teritorialnya sebagai kawasan konservasi. Padahal, pemerintah terikat target Kerangka Biodiversitas Global untuk melestarikan 30% wilayah
lautnya. Pemulihan kawasan penting di pesisir seperti mangrove juga masih jauh dari target. Pelestarian laut sangat penting karena kita menghadapi era menurunnya kesehatan laut. Perbaikan
kondisi ini membutuhkan waktu sangat lama. Selain itu, laut juga menghadapi degradasi ekosistem seperti pemutihan akibat terumbu karang sesak napas, serta berpindahnya ikan-ikan ke wilayah
subtropis karena pemanasan laut. Jokowi juga sempat mengumbar rencana penguatan pertahanan laut Indonesia. Sayangnya, hingga saat ini masalah pencurian ikan oleh kapal asing masih marak
terjadi. Belakangan ini, tersiar kabar bahwa kapal asing juga mencuri pasir laut Indonesia. Jokowi juga menjanjikan kebijakan pembangunan yang Indonesia-sentris. Nyatanya, pembangunan lebih
berfokus pada pulau-pulau besar. Perlindungan pulau-pulau kecil seakan menjadi anak tiri. Pulau-pulau kecil berperan menjadi benteng pengaman terhadap dampak perubahan iklim. Belum ada upaya
optimal dari pemerintah untuk melindungi pulau kecil yang nyaris tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Sebaliknya, terdapat 34 pulau kecil yang berisiko rusak—sebagian di antaranya sudah
terjadi—lantaran aktivitas pertambangan yang sebenarnya terlarang. PRABOWO HARUS MEMPRIORITASKAN LAUT Delapan misi Prabowo dalam Astacita tidak memuat fokus pemerintah dalam urusan maritim,
apalagi perlindungan laut. Dokumen visi-misi Prabowo memang menyinggung sumber daya laut dalam program-program kerja mereka. Namun, rencana tersebut jarang sekali dibicarakan dalam
paparan-paparan presiden baru kita. Pun, dalam pidato pelantikannya, Prabowo juga hanya sekali menyebut laut sebagai salah satu kekayaan Indonesia. Risiko kehilangan fokus perlindungan laut
dan pembangunan maritim Indonesia sepatutnya menjadi evaluasi pertama dari pemerintahan Prabowo. Kesehatan laut sangat krusial bagi kelangsungan kehidupan di Bumi. Selain itu, masyarakat
pesisir berjumlahnya hampir 60% dari total penduduk Indonesia sangat bergantung dengan laut yang sehat. Masalah seriusnya adalah sebanyak 17 % merupakan masyarakat miskin. Perlahan tapi
pasti, kehilangan fokus pemerintah terhadap laut akan mengakibatkan dampak yang serius bagi Indonesia bahkan dunia.